Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan Perserikatan Bangsa Bangsa (Office for the Coordination of Humanitarian Affairs/OCHA), memperingatkan kondisi di Jalur Gaza kian mengerikan seiring dengan krisis listrik dan air yang terus berlangsung hingga kini.
"Produksi air dari sumber air tanah berada pada tingkat kurang dari lima persen dibandingkan sebelum krisis terbaru ini. Kurangnya bahan bakar, ketidakamanan dan kerusakan jalan telah menyebabkan terhentinya operasi angkutan air di sebagian besar wilayah," bunyi pernyataan OCHA, seperti dikutip CNN.
Berdasarkan catatan OCHA, sekitar 1 juta warga Gaza, yang kini tak punya rumah, tinggal di wilayah mengkhawatirkan seperti ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kesehatan gizi masyarakat ini memburuk di tengah "pasokan air yang sangat terbatas, sehingga meningkatkan risiko dehidrasi dan menyebabkan orang mengonsumsi air yang tidak layak minum."
Dalam kesempatan itu, OCHA juga memperingatkan stok komoditas makanan di toko-toko Gaza cuma akan bertahan "beberapa hari lagi."
Program Pangan Dunia (World Food Programme) sejauh ini telah menyediakan makanan dan uang tunai setiap hari dan membantu total 522 ribu warga Palestina sejak awal krisis.
Seiring dengan kondisi ini, para ahli PBB pun menyerukan gencatan senjata melalui pernyataan dari Prosedur Dewan Hak Asasi Manusia.
"Penghancuran rumah dan infrastruktur sipil yang disengaja dan sistematis, yang dikenal sebagai "domisili" dan memotong pasokan air minum, obat-obatan, dan makanan penting jelas dilarang berdasarkan hukum pidana internasional," tulis pernyataan tersebut.
"Kami membunyikan alarm: Ada kampanye yang sedang berlangsung oleh Israel yang mengakibatkan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza. Mengingat pernyataan yang dibuat oleh para pemimpin publik Israel dan sekutu mereka, disertai dengan aksi militer di Gaza dan eskalasi penangkapan dan pembunuhan di Tepi Barat, ada juga risiko genosida terhadap rakyat Palestina."
Sejak perang Hamas Palestina dan Israel pecah pada 7 Oktober lalu, warga Gaza terus menghadapi krisis kemanusiaan lantaran pasokan listrik, air, hingga bahan bakar diputus oleh Israel.
Israel melakukan blokade total karena marah usai diserang brutal oleh Hamas. Komunitas internasional pun terus-menerus membujuk Tel Aviv menghentikan blokade dan membuka perbatasan guna memudahkan pengiriman bantuan bagi warga Gaza yang terisolir.
Israel awalnya ogah membuka perbatasan, meski ratusan truk sudah menunggu masuk. Namun, setelah kunjungan Presiden Amerika Serikat Joe Biden ke Tel Aviv, negara itu akhirnya mau mengizinkan bantuan masuk melalui perbatasan Rafah.
Perbatasan Rafah sendiri merupakan satu-satunya perbatasan Gaza dengan Mesir, selain dengan Israel.
(blq/dna)