RI Surati PBB Gelar Sesi Darurat di Sidang Umum Bahas Krisis Gaza
Perwakilan tetap Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Indonesia Arrmanatha Nasir menyurati organisasi dunia itu untuk menggelar sesi khusus di Sidang Majelis Umum PBB.
Tata, sapaan akrab Arrmanatha, mengatakan langkah tersebut muncul usai Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mengirim surat ke PBB pada 19 Oktober.
"Dalam hal ini Indonesia mengambil inisiatif, menggalang dukungan negara di luar OKI untuk bisa memberi dukungan," kata Tata saat konferensi pers virtual pada Selasa (24/10).
Ia kemudian berujar, "Kita bicara dengan negara ASEAN, Vietnam, Laos, Kamboja bagaimana kita mendorong Sidang Majelis Umum PBB untuk melaksanakan sesi rapat khusus."
Perwakilan tetap negara anggota ASEAN di PBB kemudian mengirim surat agar rapat darurat itu terlaksana di Sidang Majelis Umum PBB.
Surat itu tertanggal 23 Oktober dan ditandatangani perwakilan negara anggota ASEAN di PBB mengacu ke Resolusi ES-10/20. Resolusi ini berisi soal perlindungan warga Palestina dan diadopsi pada Juni 2018.
"Negara-negara yang diwakili oleh Duta Besarnya di bawah ini, mendukung permintaan yang dibuat oleh Kelompok Arab dan OKI, untuk dimulainya kembali Sesi Darurat Khusus Kesepuluh Sidang Majelis Umum sesuai dengan "Uniting for Peace" sesuai dengan Resolusi Majelis Umum 377 (V) tahun 1950," demikian surat tersebut.
Dalam kesempatan itu, Tata menjelaskan bahwa PBB merespons usulan surat itu untuk menggelar sesi khusus membahas soal Palestina dan Gaza di Sidang Majelis Umum pada 26 Oktober.
Surat tersebut dibalas atas nama Presiden SMU PBB Denis Francais tertanggal 23 Oktober. Ia mengaku telah menerima surat dari Liga Arab, OKI, hingga Dubes negara ASEAN di PBB.
"Saya akan mengadakan rapat pleno ke 39, sesi khusus darurat yang kesepuluh di sidang Majelis Umum pada hari Kamis, tanggal 26 Oktober 2023, pukul 10.00 WIB, di Gedung Rapat Umum Aula Pertemuan, Markas Besar PBB, New York," demikian surat tersebut.
Pasukan Israel dan Hamas terus berperang sejak 7 Oktober. Imbas pertempuran ini, ribuan orang di Palestina dan Israel tewas.
Tak lama setelah perang berkecamuk, Israel memblokade total Jalur Gaza dan melarang bantuan kemanusiaan masuk.
(bac)