Serangan Israel di Jalur Gaza, Palestina, masih terus intens sejak dilancarkan sebulan lalu pada 7 Oktober 2023.
Israel terus menggempur brutal daerah kantong tersebut baik di udara dan darat, meski telah dikecam keras oleh komunitas internasional karena banyaknya warga sipil yang berjatuhan.
Hingga Jumat (10/11), Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan 11.078 warga Palestina tewas imbas serangan Israel. Dari jumlah itu, 4.506 di antaranya merupakan anak-anak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agresi Israel di Gaza terjadi setelah Hamas menyerang sejumlah kota di Israel dan menawan pasukan hingga warga sipil. Menurut militer Israel, setidaknya 1.400 warga Israel tewas dan 242 orang disandera dalam serangan tersebut.
Hamas mengklaim menyerang Israel untuk membebaskan warga Palestina yang ditahan Tel Aviv, menghentikan agresi Israel terhadap Masjid Al-Aqsa, serta menyudahi pengepungan di Gaza.
Merespons ini, militer Israel pun mendeklarasikan "keadaan waspada perang" dan mulai balas menggempur Gaza, termasuk membombardir bangunan dan fasilitas sipil. Pada 9 Oktober, Negeri Zionis juga memblokade total Gaza dengan memutus aliran listrik, makanan, air, hingga bahan bakar ke daerah kantong tersebut.
Israel sebetulnya sudah mulai mengizinkan bantuan-bantuan kemanusiaan memasuki Gaza sejak 21 Oktober. Namun, jumlahnya sangat jauh dibandingkan dengan bantuan sebelum perang. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sampai memperingatkan bahwa situasi di Gaza "lebih dari sekadar krisis kemanusiaan."
Dengan eskalasi konflik dan situasi mengkhawatirkan yang kian menjadi-jadi di Gaza ini, apa yang akan terjadi dengan Gaza apabila Hamas kalah dari Israel?
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Yon Machmudi, menilai Gaza bisa saja jatuh kembali ke tangan Israel apabila tidak ada perlawanan yang seimbang dan signifikan dari Hamas.
"Jika seandainya tidak ada perlawanan yang signifikan dari Hamas, dan memang peperangan ini tidak seimbang, maka dikhawatirkan Gaza akan jatuh kembali ke tangan Israel," kata Yon kepada CNNIndonesia.com.
Yon menjelaskan Israel tampaknya ingin menyelesaikan perang dengan meratakan Gaza lewat serangan roketnya yang bertubi-tubi. Jika Hamas tak bisa menghalau ini, dan Gaza akhirnya berhasil dikuasai kembali Negeri Zionis, tentu kondisi rakyat Palestina akan semakin memburuk.
Pasalnya, Israel nanti tak cuma menduduki Tepi Barat saja, tetapi juga Gaza, yang sejak 2007 dikendalikan penuh oleh Hamas.
"Tekanan demi tekanan saya kira menjadi semakin kuat dan saya kira Israel tidak ingin ada gerakan-gerakan perlawanan [yang muncul di kemudian hari]," ucap Yon.
Pada 1948, pertempuran pecah antara Israel dan Arab Palestina usai PBB memutuskan membagi wilayah Palestina, dengan memberikan 55 persen kepada kaum Yahudi dan sisanya untuk orang Arab. Resolusi yang berlaku Mei 1948 ini mengakhiri Mandat Inggris atas Palestina dan mendorong Israel mendirikan negaranya sendiri.
Pertempuran pun pecah, yang berujung pada perang Arab-Israel tak lama setelah itu. Ratusan ribu pengungsi Palestina pun akhirnya melarikan diri ke Jalur Gaza imbas konflik tersebut.
Gaza kemudian diduduki dan dikelola Mesir hingga 1967 di bawah penandatanganan gencatan senjata. Namun di tahun itu pula, Perang Enam Hari meletus antara Israel dan negara Arab tetangganya yakni Mesir, Yordania, Irak, dan Suriah.
Israel menang atas konflik ini dan sukses menduduki Gaza, Tepi Barat, serta Yerusalem Timur. Bentrokan demi bentrokan pun meletus dan terus berlanjut hingga hari ini.
Pada 1987, tahun peristiwa intifada pertama, kelompok Hamas berdiri dan menyebar ke wilayah pendudukan Israel di Palestina. Pada 2000, intifada (perlawanan) kedua Palestina kembali terjadi dan baru berakhir pada 2005 usai Israel dan Palestina setuju berdamai.
Saat itu, Israel sepakat menarik pasukan dan ribuan pemukim dari Jalur Gaza. Pada 2006, Hamas pun memenangkan pemilu di Gaza mengalahkan Fatah, partai utama Palestina yang mengendalikan Otoritas Palestina selaku pemerintah dukungan Amerika Serikat di Tepi Barat.
Setahun berselang, Hamas mengusir Otoritas Palestina dari Gaza dan menguasai penuh wilayah tersebut.
Hamas memiliki komitmen untuk mengusir Israel dan menggantikan negara itu dengan negara Palestina. Tidak seperti Otoritas Palestina, Hamas memang tidak pernah mengakui hak keberadaan Israel.
Dalam beberapa tahun terakhir, Hamas pun kerap melancarkan serangan ke wilayah Israel demi mencapai komitmennya tersebut.
Menurut Yon, jika Israel akhirnya menguasai kembali Gaza seperti sebelumnya, pelanggaran-pelanggaran HAM tentu akan terjadi sedemikian rupa di wilayah ini.
"Dan negara-negara Barat, Amerika Serikat, tidak bisa menghentikan apa yang akan terjadi di wilayah Palestina jika Israel bisa mengalahkan Hamas dan kembali menguasai, memasukkan kembali tentara dan juga pendudukan di wilayah Gaza," tutur Yon.