Apa yang Terjadi dengan Gaza Jika Hamas Kalah Lawan Israel?

CNN Indonesia
Sabtu, 11 Nov 2023 13:30 WIB
Pengamat hubungan internasional menilai pelanggaran HAM oleh Israel kepada warga Gaza akan semakin parah jika Hamas kalah.
Warga Gaza mengungsi sambil mengibarkan bendera putih. (Foto: REUTERS/IBRAHEEM ABU MUSTAFA)

Sementara itu, menurut pengamat studi Timur Tengah dari Universitas Indonesia lainnya, Sya'roni Rofii, Gaza sejak dulu pun sudah berada di bawah kendali Israel. Sebab, secara keamanan, "yang menjaga wilayah terluar (daerah kantong) itu adalah Israel."

"Karena orang-orang Palestina jika mereka hendak bepergian ke luar negeri mereka harus diperiksa oleh otoritas Israel. Itu yang terjadi selama ini," ucap Sya'roni kepada CNNIndonesia.com.

Sya'roni pun berujar konflik yang terjadi saat ini membuka mata dunia bahwa ada kecenderungan Israel ingin menguasai seluruh wilayah Palestina. Dengan demikian, solusi menciptakan dua negara untuk hidup berdampingan, seperti yang diharapkan komunitas global, tak akan pernah terwujud.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Solusi dua negara merupakan gagasan yang muncul ketika PBB pada 1947 mengusulkan rencana membagi Palestina menjadi dua negara, yakni satu untuk kaum Yahudi dan satu lagi untuk orang-orang Arab.

"Apalagi Israel kan memiliki kekuatan militer yang superior sehingga bisa dipastikan Hamas tidak sebanding dengan Israel. Maka dari itu, yang bisa dilakukan masyarakat dunia adalah memastikan jangan sampai Israel mengusir orang Palestina secara keseluruhan dan itu [pun] tidak dikehendaki oleh Amerika Serikat," tuturnya.

Ucapan Sya'roni menyoroti pernyataan terbaru Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, yang menegaskan Tel Aviv "tidak boleh mengambil kendali dan tanggung jawab atas Gaza" usai perang ini selesai.

Hal ini juga dilontarkan oleh Menteri Luar Negeri Inggris James Cleverly, yang mengatakan negaranya menolak pendudukan jangka panjang Israel di Jalur Gaza.

Namun, Blinken menyebut Gaza juga tidak boleh terus dipimpin oleh Hamas. Menurutnya, rakyat Palestina harus menjadi kesatuan yang dipimpin oleh pemerintahan pusat atas Gaza dan Tepi Barat.

Lebih lanjut, Sya'roni juga menyebut saat ini negara-negara Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) akan melaksanakan rapat darurat guna membahas eskalasi konflik di Gaza. Dia pun berharap dunia Arab dan Muslim bisa satu suara sehingga mampu mengubah pikiran AS untuk mendukung gencatan senjata.

"Jika suara negara-negara OKI disampaikan kepada Amerika Serikat, mungkin AS bisa berubah pikiran dan menekan Israel supaya melakukan de-eskalasi, gencatan senjata," tuturnya.

Senada, pengamat politik dan hubungan internasional di Timur Tengah dari Universitas Indonesia, Hendra Kurniawan, juga mengatakan kondisi Gaza tidak akan pernah sama seperti semula pasca perang ini.

Hendra menggaungkan pernyataan para petinggi Israel yang hendak memusnahkan Hamas hingga ke akar-akarnya.

Dia menilai Operasi Pedang Besi Israel di Gaza "nampaknya jauh lebih ambisius dibandingkan apapun yang direncanakan Israel di Gaza sebelumnya". Apalagi, dengan kemunculan front-front lain seperti Hizbullah di Lebanon yang dibekingi Iran.

AS juga menurutnya tidak akan mampu dilobi negara-negara Barat karena sudah mewanti-wanti "negara mana pun" untuk tidak terlibat dalam konflik menahun tersebut. Ini dipertegas pula dengan pengiriman kapal induk ke Mediterania Timur guna mencegah eskalasi perang.

Kendati begitu, Hendra tetap meyakini bahwa langkah sigap yang diambil OKI saat ini, dengan mengumpulkan para anggota untuk rapat darurat, bisa membawa pengaruh dalam akhir agresi Israel di Gaza.

"Sebelumnya, Sekretariat Jenderal OKI sendiri telah mengecam aksi militer Israel seraya menegaskan bahwa berlanjutnya pendudukan, ketidakpatuhannya terhadap resolusi internasional, meningkatnya serangan dan kejahatan harian terhadap rakyat Palestina, baik tanah, tempat-tempat suci dan hak-hak sah, telah memperburuk keadaan dan membuat ketidakstabilan," kata Hendra.

(blq/pta)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER