Gaza digambarkan sebagai penjara terbuka karena tidak seorang pun bisa keluar atau masuk Gaza. Bahkan warga Palestina juga tidak bisa mengunjungi Gaza.
Berbagai upaya impor dan ekspor berusaha dihalangi oleh Israel yang akhirnya memaksa industri untuk tutup.
Nelayan sulit mendapatkan tangkapan karena daerah teritorial yang sangat dibatasi. Suplai bahan bakar dan listrik membuat kesulitan untuk menjalankan transportasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Persedian obat-obatan dan peralatan medis yang menjadi kebutuhan penting masyarakat juga dibatasi.
Dikutip dari The Guardian, militer Israel pernah menerapkan perhitungan kalori bagi warga Palestina selama penerapan blokade antara 2007 dan pertengahan 2010.
Penghitungan kalori ini diduga untuk membatasi pasokan makanan warga Palestina demi menekan Hamas. Pada puncak blokade, Israel juga menetapkan daftar makanan yang diizinkan dan dilarang di Gaza.
"Bukti bahwa blokade Gaza direncanakan dan sasarannya bukanlah Hamas atau pemerintah, seperti yang selalu diklaim oleh pendudukan. Blokade ini menargetkan semua umat manusia, dokumen ini harus digunakan untuk mengadili pendudukan (Israel) atas kejahatan mereka terhadap kemanusiaan di Gaza," ungkap Fawzi Barhoum, juru bicara Hamas.
Saat ini, Gaza menjadi kota dengan tingkat pengangguran tertinggi di dunia dengan lebih dari 50 persen penduduknya hidup dalam jurang kemiskinan.
Kondisi ini disebut sebagai bagian dari upaya Israel memiskinkan orang-orang di Gaza.
Pada 2012, Perserikatan Bangsa-Bangsa memperingatkan bahwa Jalur Gaza bisa menjadi tempat "tidak dapat dihuni" pada 2020 jika tren ekonomi yang buruk terus berlanjut, dilansir dari UN News.
Kenyataanya setiap tahun serbuan Israel ke Gaza semakin parah yang mengakibatkan tewasnya puluhan ribu warga sipil dan puluhan ribu rumah rusak.
Masyarakat Gaza sampai membuat terowongan untuk bisa mendapatkan bantuan kebutuhan mendesak dari Mesir. Namun, banjir bandang di Mesir pada 2015 menghancurkan terowongan tersebut.
Pemompaan air asin yang dilakukan Mesir dari Mediterania ke dalam terowongan membuat air naik ke permukaan, mencemari air, mengancam lahan pertanian, dan menyebarkan penyakit.
"Kami menghormati tetangga kami, kami mencintai Mesir, tapi tetangga kami membuat hidup kami lebih sulit," ungkap Mahmoud Bakeer, berusia 61 tahun, warga Gaza, dilansir dari Reuters.
Kini, setengah dari populasi Gaza adalah anak-anak yang hidupnya berada di bawah tekanan blokade.
Mereka tidak pernah menjalani hari yang penuh dengan pasokan listrik. Hampir setiap hari mereka mendapat ancaman bom tanpa tahu tempat yang aman untuk berlindung. Mereka yang paling merasakan hidup di dalam penjara terbuka terbesar di dunia.
(bac/cpa/bac)