ANALISIS

Akar Masalah Pengungsi Rohingya Membludak di Aceh Bikin Warga Resah

CNN Indonesia
Jumat, 08 Des 2023 10:35 WIB
Ribuan pengungsi Rohingya yang merapat di sejumlah pantai Provinsi Aceh sejak pertengahan November lalu kini menuai perdebatan di antara warga Indonesia.
Pengungsi Rohingya membludak di Aceh. (AFP/AMANDA JUFRIAN)

Tempuh jalur perdagangan manusia

Mutiara sendiri tak menampik bahwa jalur perdagangan dan penyelundupan manusia memang banyak dipakai oleh para pencari suaka. Namun demikian, hal ini tidak bisa disimplifikasi bahwa para pengungsi tersebut merupakan bagian dari jaringan kriminal.

"Dalam Refugee Convention, ada prinsip non penalisation, di mana pengungsi dan pencari suaka itu tidak bisa dikriminalisasi karena bermigrasi tanpa dokumen ataupun lewat jalur tikus," tutur Mutiara.

Dia lantas menekankan paradigma "keamanan tinggi" yang sangat dominan di perbatasan. Paradigma ini yang disebut secara generalis mempersepsikan siapa pun yang membantu pengungsi atau pencari suaka di laut sebagai jaringan perdagangan atau penyelundupan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tahun lalu beberapa nelayan Aceh didakwa sebagai traffickers (pelaku perdagangan manusia) karena membantu Rohingya dari laut. Ini juga berakibat terhadap persepsi publik terhadap kelompok pencari suaka, terutama di tempat-tempat reception," kata Mutiara.

Pengungsi Rohingya dianggap sering bikin masalah

Pengungsi Rohingya di Indonesia memang ada kalanya membuat masalah, seperti kabur dari lokasi penampungan maupun tak puas ketika diberi makanan. Namun, mereka yang membuat masalah, menurut Mutiara, hanya segelintir dari ribuan pengungsi yang benar-benar mencari perlindungan.

Para pengungsi pada umumnya terdampar di tempat asing. Oleh sebab itu, masalah komunikasi dan adaptasi tentu tak bisa dikesampingkan.

Lebih dari itu, menurut UNHCR, para pengungsi Rohingya ini datang karena mulai putus asa imbas "meningkatnya jumlah pembunuhan, penculikan, dan ketidakamanan di tempat mereka tinggal sebelumnya."

Laporan Human Rights Watch yang diterbitkan tahun ini menunjukkan geng-geng kriminal dan afiliasi dari kelompok-kelompok bersenjata telah mengancam para pengungsi di kamp-kamp Cox's Bazar selama beberapa waktu belakangan.

"Seorang pengungsi Rohingya berusia 19 tahun yang baru-baru ini tiba di Aceh bersama keluarganya mengatakan kepada AFP bahwa para penjahat di Cox's Bazar mengancam dia dan keluarganya setiap hari. Dia bahkan rela membayar lebih dari $1.800 (sekitar Rp27,8 juta) untuk melakukan perjalanan menggunakan kapal tua menuju Indonesia," demikian laporan Deutsche Welle (DW).

Kepolisian Bangladesh juga melaporkan sedikitnya 60 orang Rohingya tewas terbunuh di kamp Cox's Bazar tahun ini.

Lebih dari itu, salah satu pendiri jaringan aktivis Free Rohingya Coalition, Nay San Lwin, mengatakan kepada DW bahwa Program Pangan Dunia (WFP) telah memotong jatah makanan para pengungsi awal tahun ini.

Dengan demikian, sebagian besar pengungsi Rohingya kini harus bertahan hidup dengan 8 dolar atau sekitar Rp124 ribu setiap bulan.

"Di kamp pengungsi, banyak orang bergantung pada jatah makanan dari WFP, di mana kini mereka tidak mungkin mendapatkan makanan yang cukup dengan 8 dolar (sekitar Rp124 ribu) untuk satu orang untuk jatah satu bulan," ucap Lwin.

(blq/bac)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER