Pengamat HI itu menilai dukungan warga RI ke Putin mirip dengan figur-figur masa lalu seperti pemimpin Libya Muammar Khadafi dan Saddam Husein di Irak.
"[Meski mereka dianggap] otoriter di negaranya tetapi karena figur tersebut dianggap mewakili perlawanan terhadap status quo, maka mereka diidolakan," ungkap Sya'roni.
Lihat Juga : |
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terpisah, pengamat hubungan internasional dari Universitas Airlangga (Unair) Radityo Dharmaputra sempat mengatakan keberpihakan masyarakat Indonesia cenderung anti-Amerika Serikat dan anti-Barat terkait invasi Rusia.
Sentimen itu, lanjut dia, muncul usai AS melancarkan agresi di sejumlah negara Timur Tengah dalam kerangka War on Terror atau perang melawan terorisme sejak September 2001.
Masyarakat Indonesia lantas menganggap siapa saja yang berseberangan dengan AS maka mereka harus dibela.
"Kecenderungan masyarakat kita [masyarakat Indonesia] setelah masa perang melawan terorisme, perang Irak, masyarakat lebih anti-Amerika dan anti-Barat," ujar Radityo pada Maret 2022 lalu.
Dia juga mengkritik penilaian sejumlah warganet Indonesia yang tak bisa melihat konflik Rusia-Ukraina secara jernih. Menurut Radityo, mereka melihat perang kedua negara itu sebagai konflik antara Rusia dan Barat.
Selain itu, Radityo juga mengungkapkan sentimen warganet RI yang menyukai Putin karena dianggap sebagai pemimpin kuat dan tegas.
"Soal sosok Putin, kita itu senang dengan yang gagah, yang tegas. Jadi maunya pemimpin nasionalis," ia menambahkan.
(isa/bac)