Pengamat hubungan internasional dari Universitas Muhammadiyah Riau, Fahmi Salsabila, tak menutup kemungkinan bahwa AS dan Barat akan mulai berpaling dari Israel imbas agresinya ke Gaza.
Pasalnya, AS dan negara-negara Barat, menurut Fahmi, sudah mulai kehilangan muka karena mendukung Israel tanpa syarat.
"AS dan Barat sudah kehilangan muka dengan mendukung Israel tanpa syarat, dunia melihat kebrutalan Israel semakin menjadi-jadi terhadap Gaza," kata Fahmi kepada CNNIndonesia.com, Senin (22/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, Fahmi menilai bahwa selama Israel masih terus melancarkan serangan ke Gaza, artinya Negeri Zionis masih mendapat lampu hijau dari Barat, terutama Amerika Serikat.
"Karena kuncinya adalah AS dan negara-negara Barat yang bisa menekan Israel untuk menghentikan serangannya. PBB dan dunia internasional tidak mampu sampai detik ini," ucapnya.
Senada, pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Broto Wardoyo, juga tak menutup kemungkinan bahwa AS dan negara-negara Barat akan mulai buang muka dari Israel.
Kendati begitu, Broto memandang bahwa Amerika Serikat dan Barat tidak akan mengambil langkah yang sangat bertolak belakang dari posisi sebelumnya. Barat menurutnya tetap akan mempertimbangkan kepentingan Israel dan mencari jalan tengah.
"Jika pun mereka mengambil posisi yang agak menjauh dari kepentingan Israel, mereka akan memberikan face saving policy bagi Israel. Yang harus dicatat, mengakomodasi kepentingan Israel belum tentu mendukung sepenuhnya pemerintahan Bibi Netanyahu," kata Broto kepada CNNIndonesia.com, Senin (22/1).
Broto juga berpandangan bahwa AS dan Barat tetap akan mempertimbangkan keberadaan sandera yang hingga kini belum dikembalikan Hamas.
"Artinya, porsi kekesalan mereka terhadap Israel akan selalu diimbangi dengan perlindungan mereka pada kebutuhan mengembalikan sandera ke Israel," ucap dia.
Pengamat studi Timur Tengah dari Universitas Indonesia, Sya'roni Rofii, menilai bahwa para pemimpin negara Barat saat ini khawatir akan kehilangan pamor di level domestik jika terus-menerus membela Israel.
Apalagi, di tengah fakta bahwa sebagian pihak sudah menganggap Israel melakukan genosida terhadap bangsa Palestina.
"Negara-negara Barat, khususnya Eropa menunjukkan sikap yang tidak sepakat dengan pendekatan Israel selama ini. Apalagi [Josep] Borrell selaku petinggi Uni Eropa menyebut secara spesifik kebijakan Israel yang menolak solusi dua negara," kata Sya'roni kepada CNNIndonesia.com, Senin (22/1).
"Boleh jadi kedepan masyarakat Barat akan membuka mata dan menyatakan kepada pemimpin mereka tentang bagaimana melihat konflik Israel-Palestina. Pada titik tertentu semua politisi akan melihat apa aspirasi warganya," ucap Sya'roni lagi.
Menurut Sya'roni, negara-negara Barat tentu akan berhitung mengenai konflik Israel-Palestina jika tak kunjung menemui ujung. Sebab, konflik keduanya cuma akan memicu eskalasi konflik secara global.
"Untuk saat ini saja, akibat konflik di Timur Tengah khususnya Israel-Palestina, [sudah] merembet ke Yaman dan Lebanon. Terganggunya lalu lintas barang jalur laut tentu akan menjadi konsen mereka," kata Sya'roni.
Belakangan, Yaman dan Lebanon memang panas buntut agresi Israel yang tak berkesudahan.
Kelompok Houthi di Yaman terus-menerus menyerang dan membajak kapal-kapal yang dinilai terkait dengan Israel dan sekutu di Laut Merah. Aksi ini membuat AS dan Inggris bekerja sama menyetop Houthi dengan melancarkan serangan beruntun selama 10 hari terakhir.
Milisi Hizbullah di Lebanon juga terus bergerilya di perbatasannya dengan Israel. Lebih dari 200 orang pun dilaporkan tewas akibat serangan Israel ke Lebanon selatan.
(blq/bac)