WAWANCARA EKSKLUSIF

Pakar Asing Blak-blakan soal Masa Depan RI di Bawah Prabowo

Anisa Dewi | CNN Indonesia
Kamis, 28 Mar 2024 09:00 WIB
Pakar politik Universitas Murdoch dari Australia, Ian Wilson, blak-blakan soal masa depan RI di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto.
Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming. (TKN Prabowo-Gibran)

Masyarakat Asia Tenggara seperti mengalami tren kerinduan terhadap rezim militer. Bagaimana menurut Anda?

Paling tidak saya merasa ada generasi di Indonesia walaupun mereka ikut gimmick gemoy di kampanye dan agak mengecewakan tapi paling tidak mereka lahir di Indonesia sudah demokrasi. Mereka lahir sudah multipartai, sudah ada kebiasan pemilu yang cukup patut dibanggakan

Karena pemilu diadakan secara masif dan tidak ada kekerasan, konflik, seperti di negara lain apalagi Filipina.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Walaupun kesadaran atas sejarahnya tidak begitu solid ya sampai orang seperti Prabowo yang figur 100 persen Orde Baru, tapi setidaknya anak muda memilih dia lewat suatu proses.

Saya kira politisi siapapun yang coba menghapus pemilu akan berhadapan dengan sentimen masyarakat yang cukup kuat.

Saya merasa tetap ada pemilu di Indonesia sampai Pilkada bukan karena politis atas tapi karena popularitas (pemilu) di masyarakat.

Saya membandingkan dengan Australia dan Amerika Serikat. Kalau di Australia, ikut pemilihan umum adalah kewajiban secara hukum, wajib untuk memilih, kalau tidak ikut ada denda sebagai simbolis.

Di Amerika itu sukarela. Dan kami melihat presiden seperti Trump bisa terpilih. Kalau kami lihat jumlahnya, dengan bagian penduduknya mungkin cuma 60 persen yang ikut pemilu

Di Indonesia juga sukarela, orang tidak harus ikut pemilu. Tapi tiap pemilu sejak reformasi sampai sekarang ini, hampir 80 persen lebih ikut.

Itu berarti paling sedikit masy indonesia cukup antusias untuk berpartisipasi dalam memilih pemimpin walaupun pemilihannya bisa dianggap begitu begitu saja ya, dari satu keluarga.

Tapi paling tidak prosesnya mereka ikut, dan itu sangat penting untuk legitimasi politik.

Saya kira itu menjadi tantangan ke depan kalau misalnya menghapuskan pilkada dsb, pemimpin tidak punya legitimasi seperti mereka punya sekarang itu.

Terkait hubungan Jokowi-Prabowo, sejumlah pakar asing menilai ada potensi perpecahan di antara mereka. Belakangan juga muncul isu seperti ingin mengambil alih Partai Golkar. Bagaimana Anda melihat itu?

Ya, saya kira kalau melihat latar belakangnya misalnya kenapa Pak Jokowi akhirnya mendukung Prabowo menjadi presiden bukan mendukung pilihan partainya, PDIP, Ganjar Pranowo, saya kira itu perhitungan Pak Jokowi bagaimana dia bisa melindungi kepentingan keluarga dia dan meneruskan dinasti dan pengaruh dia sendiri.

Jadi, dia bikin perhitungan bahwa itu [cara] terbaiknya, teramannya lewat mendukung Prabowo.

Dan Prabowo sendiri siap terima anak Jokowi, sebagai calon wakil presiden sebagai kesepakatan. Semua deal di politik itu bisa bertahan tapi bisa berubah dengan cukup cepat dan itu tergantung banyak hal.

Apakah Prabowo masih menganggap Jokowi itu berguna setelah dia menjadi presiden, apakah Prabowo merasakan masih membutuhkan Jokowi atau dia menganggap Jokowi masih menjadi ancaman jika hubungan mulai agak asam.

Dan kalau untuk wakil Presiden Gibran di indonesia apakah mereka berpengaruh? Tidak sama sekali. Itu semuanya tergantung ke presiden. Dan Gibran bisa menjadi berpengaruh ya itu dia bisa menjadi maaf aja Ma'ruf Amin yang menjadi wapres hampir tak nampak sama sekali selama 5 tahun

Dan kemungkinan Gibran bisa bernasib yang agak sama itu.

Terkait Jokowi kemungkinan lirik Golkar...

Kalau untuk itu dia [Jokowi] menjadi wadah yang tepat untuk dia. Karena politiknya tidak jauh dengan Jokowi di periode kedua yang ala Orde Baru.

Dan kalau misalkan dia jadi pemimpin di Golkar atau cukup punya pengaruh di Golkar, Jokowi masih akan menjadi kekuatan cukup besar di politik Indonesia itu.

Paling sedikit dia punya modal: masih populer, tapi secara institusi dia tidak pegang sama sekali, dia bukan oligarki, bukan orang yang di tingkat atas di indonesia.

Jadi situasinya bisa agak tidak seaman sekarang. Jadi dia cari perlindungan sekarang dari partai selagi dia masih laku, masih laris secara politik dengan popularitas [yang dimiliki].

[Selain itu] uji coba yang lain yaitu PSI dengan anaknya satu lagi, Kaesang, yang menjadi ketua partai itu tapi dengan hasil dari KPU mereka tidak lolos dari batas ambang empat persen. Jadi itu tidak bisa menjadi wadah untuk dia.

Jadi jelas dia sekarang melihat untuk partai yang lain. Paling tidak untuk masa transisi, dia masih presiden jadi dia orang paling powerful di Indo tapi enam bulan ke depan akan menjadi case besar karena sampai ke tidak presiden kekuatannya sangat mundur.

Apakah jika Jokowi jadi ketua atau punya pengaruh besar di Golkar ini akan menjadi ancaman Prabowo?

Bisa juga, paling sedikit itu tergantung seperti Prabowo presiden seperti apa. Apakah dia terus menjalin dengan koalisinya atau polaritas yang lepas dari dia itu kami belum tahu.

Termasuk sikap dia ke Jokowi. Apakah Jokowi dianggap ya sudah, sudah saya menumpang popularitasnya untuk akhirnya menjadi presiden setelah sudah coba dua kali dan gagal, apakah dia sekarang memikirkan bh jkw sudah menjadi satu sekutu, satu teman.

Kestabilan pemerintah akan sangat tergantung relasi pribadi seperti itu.

Apa saja hal hal yang mengancam kekuasaan prabowo dan Prabowo sendiri? Apakah itu peran aktif Gibran sebagai wapres?

Ya, seperti saya sampaikan wakil presiden di sistem pemerintahan indonesia tidak pernah menjadi ancaman terhadap presiden.
Karena semua powernya bergantung pada presiden.

Kalau misalnya, ini spekulatif ya, saya tidak bisa meramal masa depan, tapi paling tidak satu kemungkinan apakah Prabowo merasa Gibran menjadi ancaman untuk menggantikan dia sebelum masa jabatan atau sebelum dia siap untuk tidak menjadi presiden lagi, ya bisa aja dia diasingkan atau disingkirkan sedemikian.

Negara memelihara kekuatan sipil dalam bentuk ormas hingga premanisme untuk menakuti warga. Apakah tindakan itu akan sangat terasa kuat dan lebih terlihat nyata jika Prabowo menjadi presiden?

Ini juga hal yang sangat saya perhatikan dan kemungkinan juga ke depannya saya berharap bahwa dalam Indonesia yang modern, canggih, politik model seperti itu tak bisa diterima lagi.

Yang dikhawatirkan adalah sekarang dia [Prabowo] sudah menjadi presiden. Bahwa dia secara otomatis kalau misalnya merasa tertekan atau merasa ada gangguan dari masyarakat, mobilisasi masyarakat sipil, ya ada kemungkinan kelompok itu dimobilisasi. Itu yang dikhawatirkan.

Karena peran secara sejarah kelompok- kelompok itu sering menjadi bagian kekuasaan untuk mengintimidasi kelompok sipil, suara kritis atau kepentingan yang berlawanan dengan kepentingan pemerintah itu sendiri.

Selama masa kepemimpinan Jokowi, dia lebih memprioritaskan masalah ekonomi dan kepentingan nasional dalam negeri. Dia mempercayakan urusan luar negeri ke Menteri Luar Negeri.

Jokowi bahkan tak pernah hadir langsung di pertemuan Sidang Majelis Umum PBB. Menurut Anda, bagaimana sikap dan posisi Prabowo di kancah global jika dia menjadi presiden?

Ini mungkin ada dua sisi. Satu sisi, dibanding Jokowi, Prabowo cukup nyaman di panggung internasional. Bahasa Inggris bagus, dia berpengalaman tinggal di Amerika Serikat, di Eropa,, dan sudah merasa nyaman di panggung internasional.

Saya merasakan dia juga menikmati dianggap negarawan. Itu sudah tampak selama dia (menjadi) Menhan.

Tapi mungkin status quo kebijakan luar negeri Indo itu tidak akan begitu berubah saya rasa.

Indonesia punya non align policy, itu mereka tidak berpihak kepada satu kubu misal Amerika atau China dan mau menjalin hubungan baik dengan semuanya.

Saya merasakan itu tidak akan begitu berubah.

Cuma yang dipikirkan diplomat luar negeri adalah temperamen Prabowo, yang sudah terkenal di antara orang Indonesia, mudah tersinggung, reaktif, marah-marah.

Dan ada mungkin kekhawatiran bahwa itu akan muncul di dalam sikap terhadap kebijakan luar negeri. Tapi saya merasa, setidaknya itu akan nampak setelah kabinet baru disusun.

Kami melihat siapa yang dipilih sebagai menteri luar negeri. Apakah itu adalah orang yang kompeten sebagai diplomat itu mungkin negara lain termasuk negara tetangga akan merasa agak nyaman, itu ya.

Kalau itu dia memilih yang politik, misalnya bagian dari jatah kementerian, parpol ya mungkin akan agak was-was dikit.

Soal usulan damai Prabowo terkait perang Rusia-Ukraina...

Mengingat Prabowo sebagai menteri pertahanan menyampaikan konsep perdamaian antara Rusia dan Ukraina itu mungkin salah satu eksperimen yang gagal untuk muncul sebagai negarawan.

Tapi itu nampak memang dia ada niat untuk dianggap sebagai peacemaker dan mungkin dia akan cukup aktif di panggung itu (internasional).

Apakah prabowo punya daya tawar untuk menjadi mediator? Dan apakah bisa diterima kedua pihak?

Untuk menjadi mediator kamu harus diterima semua pihak ya. Dan saya merasa setelah itu, pernyataan itu, tidak mungkin diterima oleh Ukraina karena dia menganggap bahwa usulan merupakan kemauan Rusia sendiri.

Jadi saya merasa mungkin [melalui] diplomat yang kompeten yang dipercaya semua pihak, tapi Prabowo tidak mungkin diterima setidaknya salah satu pihak.

Di Kepemimpinan Jokowi, pemerintah RI tampak lebih condong ke China terutama di bidang ekonomi. Namun, selama Prabowo menjadi Menhan, Indonesia punya kerja sama yang erat dengan AS terkait persenjataan. Apakah nanti di bawah pemerintah Prabowo Indonesia akan condong ke barat?

Saya kira kami akan melihat lanjutan status quonya Indonesia ini (politik bebas aktif) untuk mengimbangi relasi berbagai pihak.

Selama Prabowo menjadi Menhan dia sering membeli persenjataan dari Prancis, AS, yang merupakan negara NATO, apakah ini tidak bisa menjadi alasan bahwa Prabowo mungkin cenderung condong ke Barat daripada Rusia-China?

Saya kira tidak karena jelas Indonesia tidak mau dianggap sekutu eksklusif itu ya. Mereka malah mau bekerja dengan siapa saja, Amerika Serikat, China, atau siapapun tidak menjadi halangan.

Saya merasa tidak ada pola yang menunjukkan lebih ke arah sini atau sana. Kalau ada yang siap bekerja sama, deal yang saling menguntungkan ya (RI) siap saja.

Soal Laut China Selatan, sejumlah kapal ikan dan kapal patroli China sempat memasuki zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia. Sejumlah pihak menganggap pemerintah kurang tegas karena hanya mengirim nota diplomatik dan kapal patroli di Natuna. Menurut Anda bagaimana apakah nanti Prabowo akan lebih tegas ke China?

Ya itu akan menarik untuk diamati. Kalau kami melihat Filipina di bawah Presiden Ferdinand Bongbong Marcos Jr, dia ada sikap keras terhadap China.

Itu memang sebenarnya bisa membuka peluang indonesia untuk menjadi suatu mediator dalam konflik itu.

Tapi sikap Indonesia saya merasa tetap tidak akan fokus ke konflik dengan China karena itu tidak menguntungkan siapa pun.

Tapi untuk mencari sebuah kompromi dan bisa play game that one, bisa secara publik agak bersikap keras terhadap bahasa nasionalisme ya. Kami tidak terima harga mati untuk orang yang melanggar kedaulatan bangsa dsb, tapi di belakang bisa terus bernegosiasi dan menjalin untuk memanage konflik itu.

Soal Myanmar, apakah Indonesia lebih berperan aktif di ASEAN dan bisa menyelesaikan kasus di bawah pimpinan Prabowo?

Kalau kami melihat yang sekarang ini bukan hanya Indonesia tapi negara ASEAN pada umumnya ya cukup lemah. Dan itu memang kebiasaan asean sejak dulu karena prinsip mereka tidak mau mencampuri apa yang disebut urusan dalam negeri.

Setidaknya kalau kami [suatu negara] cukup intervensi ke Myanmar itu cukup membuka peluang orang untuk bisa mengintervensi internal politik kami.

Dan itu menjadi [alasan] bahwa ASEAN tidak bisa begitu berpengaruh.

Kalau ada dinamika konflik mengarah ke pelemahan rezim militer Myanmar dan kecenderungan sekarang ke arah sana, mungkin ada peluang untuk ASEAN termasuk Indonesia untuk menjadi mediator untuk sebuah perdamaian.

Tapi paling tidak untuk sekarang ini, itu tidak begitu mungkin.

Kami juga melihat kesulitan berbagai konsekuensi dari itu misalnya ada orang mencari suaka ke negara ASEAN termasuk Indonesia tidak begitu ramah terhadap masyarakat itu seperti Rohingya

Dan bahasanya Prabowo terhadap kasus Rohingya itu tidak begitu empati terhadap mereka. Saya kira banyak orang memperhatikan sikap dia itu dan iu mungkin bisa ditafsirkan kecenderungan dia mendukung status quo. Dalam arti mendukung rezim yang tetap berkuasa di Myanmar. Saya tidak tahu secara persis tapi bisa dibaca demikian.

Sudah tiga tahun tapi tidak ada perubahan signifikan. Apa pendapat Anda?

Saya dari dulu menganggap forum ASEAN tidak berguna untuk menyelesaikan karena tidak ada yang mau mencampuri urusan, tidak ada yang mau bersikap tegas untuk mempengaruhi hal seperti itu.

(bac)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER