Runtuhnya hubungan kedua negara bermula dari ketegangan internal Iran seperti kaum sayap-kiri yang menentang pemerintahan Syah.
Ayatollah Khomeini yang menjadi tokoh politik di Iran kerap menentang perilaku Israel. Terlebih, ia juga mengeluarkan fatwa untuk melarang pengikutnya jika ada yang menjalin hubungan politik dan ekonomi dengan Israel.
Namun, puncaknya terjadi pasca revolusi Iran pada 1979. Khomeini yang memimpin gerakan revolusi tersebut membawa perubahan yang baru bagi Iran hingga umat Islam di negara itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Iran memutus semua hubungan kerjasamanya dengan Israel. Bahkan, kedutaan Israel di Teheran diubah menjadi kedutaan Palestina.
Vokalnya dukungan Khomeini terhadap Palestina terlihat dari berbagai demonstrasi besar-besaran yang diadakan di penjuru wilayah.
Menurut penjelasan wakil presiden eksekutif Quincy Institute for Responsible Statecraft, Trita Parsi mengatakan bahwa Khomeini berusaha untuk memisahkan kepentingan Palestina dari tujuan politik negara-negara Arab yang pro-Barat.
"Untuk mengatasi perpecahan Arab-Persia dan perpecahan Sunni-Syiah, Iran mengambil posisi yang jauh lebih agresif dalam masalah Palestina untuk menunjukkan kredibilitas kepemimpinannya di dunia Islam dan menempatkan rezim Arab yang bersekutu dengan Amerika Serikat dalam posisi defensif," ucap Parsi.
Sikap anti-Israel dan anti-AS menjadi salah satu hal yang memperkuat niat Iran untuk benar-benar memutus hubungan dengan Israel.
Menurut lembaga Think-Tank Wilson Center, terdapat perubahan drastis sikap Iran yang terjadi setelah menyatakan penolakannya terhadap Israel.
Hal tersebut melibatkan permasalahan internal pemerintah Iran yang mengalokasikan dana kampanye anti-Israel dan anti-AS yang masif dilakukan. Warga Iran pun tampak menekan pemerintah untuk berfokus pada situasi dalam negeri lebih dulu.
"Meskipun ada indoktrinasi anti-Israel yang intens, tampaknya bagi sebagian besar warga Iran, perhatian utama mereka adalah berfokus pada situasi dalam negeri Iran dan lingkungan terdekatnya, sementara Israel masih merupakan musuh jauh," demikian tertulis dalam laporannya.
Kini, hubungan antara kedua negara tambah memanas usai sebuah serangan berbalas antar kedua negara. Terlebih, Iran yang mempunyai beberapa proksi kelompok militer di negara lain terang-terangan menolak perilaku Israel yang melakukan genosida terhadap warga Palestina.
Berkat kesepakatan dan kerja sama di masa lalu, Iran mampu mengembangkan berbagai jenis teknologi militer terkini. Teheran pun mampu menyaingi kekuatan militer Israel dan menempati di urutan ke-14 menurut data dari Global Firepower.
Hal tersebut turut membuat khawatir sejumlah negara Barat dan sekutu Israel akan potensi eskalasi yang terjadi imbas serangan berbalas tersebut.
(val/bac)