ANALISIS

Bara AS-China di Laut China Selatan dan Urgensi RI Jaga Kedaulatan

Anisa Dewi Angriaeni | CNN Indonesia
Rabu, 29 Mei 2024 12:20 WIB
Laut China Selatan (LCS) memanas saat China menggelar 'simulasi perang' di dekat Taiwan pada pekan lalu.
Kapal Coast Guard di dekat Laut Natuna. (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Tak hanya memperkuat kerja sama di bidang militer, Sya'roni menilai Indonesia harus meningkatkan keamanan di LCS.

"Saya kira Indonesia perlu memperkuat armada laut di kawasan yang dekat dengan LCS," ujar dia.

Sya'roni lalu berkata, "Untuk memastikan aktivitas ekonomi baik oleh nelayan maupun para pelaku ekonomi tanpa ada gangguan dari luar."

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

LCS dekat dengan Selat Malaka yang merupakan jalur pelayaran padat sehingga perlu pengamanan lintas sektor.

Konflik kian tajam, RI perlu tahan banting

Selain memperkuat di bidang pertahanan dan keamanan, Indonesia juga perlu lebih antisipatif dan tahan banting.

Waffaa, peneliti yang juga fokus dalam kajian keamanan Indo-Pasifik, mengatakan Indonesia perlu sikap semacam itu karena khawatir di masa depan rivalitas AS-China kian tajam.

"Ke diri sendiri atau ke dalam harus resilient atau tahan banting termasuk dengan diversifikasi," ujar dia.

Waffaa lalu berkata, "Ke luar harus siap antisipasi kontingensi konflik terbuka dan harus kuat hubungan diplomatik dengan kedua negara."

Lebih jauh, Waffaa menerangkan sikap antisipatif itu terdiri dari beberapa lapisan. Pertama dengan membangun kepercayaan diri atau confidence building measure.

"Ini Indonesia sudah gencar melalui macam-macam forum internasional dan inisiatif diplomasi, meskipun hasilnya tentu tidak bisa maksimal dengan kapasitas yang kita miliki sekarang," ujar dia.

Lapis kedua yakni diplomasi preventif. Menurut Waffaa, Indonesia masih sulit melakukan karena daya tawar yang masih "agak lemah" ke AS. Sementara itu, daya tawar Indonesia ke China sedang meningkat.

Namun, bukan berarti China bersedia mendengar Indonesia. Artinya, Indonesia perlu meningkatkan daya tawar lagi agar China dan AS bisa melihat kekuatan Indonesia di Kawasan.

Lapisan ketiga, lanjut Waffaa, membangun daya tangkal sehingga Indonesia bisa melindungi kepentingan nasional dan mengurangi kerusakan.

Menurut dia, Indonesia telah memikirkan kapasitas seperti anti access area denial atau akses penolakan area. Langkah ini untuk membatasi kebebasan bertindak kekuatan lawan di wilayah operasional.

"Tapi kunci tetap setidaknya di sistem radar deteksi sehingga setidaknya kita tahu apa yang terjadi di sekitar kita," ungkap dia.

Langkah selanjutnya yakni membangun resiliensi dan rencana kontingensi. Misalnya jika pemerintah harus mengevakuasi warga negara Indonesia (WNI) karena konflik bersenjata.

Indonesia, kata Waffaa, juga perlu memperhatikan upaya diversifikasi rantai pasok komoditas yang penting dan kemungkinan bakal terancam jika konflik pecah.

"Semua membutuhkan Indonesia yang lebih melek akan perubahan dunia, yang semangat persaingannya semakin kental sehingga tidak semuanya berbunga-bunga dan penuh semangat positif kerja sama," ujar dia.

Waffaa menekankan skala risiko besar atau kecilnya terlihat dari posisi serta kecenderungan Indonesia terhadap kedua negara yang bermusuhan itu.

(bac)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER