Rekan kerja Crooks lainnya menambahkan bahwa di SMA, Crooks "memiliki kelompok teman yang baik, dan dari apa yang saya lihat, dia tampak bahagia."
"Dia selalu memiliki wajah yang menyenangkan untuk dilihat. ... Dia selalu menerima obrolan ringan saya," kata mereka. "Sangat sopan, sedikit pendiam, tapi tidak apa-apa."
"Dia bukan seorang radikal," kata rekannya yang lain, seraya menyatakan bahwa Crooks tidak pernah mengungkapkan pandangan politik apa pun di tempat kerja seperti dikutip CNN.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sulit melihat segala sesuatu yang terjadi di media sosial karena dia adalah orang yang sangat, sangat baik, namun melakukan hal yang sangat buruk. Dan saya hanya berharap saya tahu alasannya," paparnya menambahkan.
Meski begitu, salah satu teman SMA Crooks, Jason Kohler (21) mengatakan Crooks pernah dirundung teman-temannya dan sering menyendiri.
Kohler menganggap Crooks "tidak memiliki ekspresi wajah" ketika berjalan melewati lorong sekolah.
"Dia bukan anak yang suka berkelompok dan memiliki teman geng, jadi dia selalu menjadi sasaran," papar Kohler kepada CNN.
FBI mengatakan pelaku tidak memiliki riwayat kriminal apa pun dan tak ada dalam pengawasan aparat keamanan.
Hal itu menjadikan aparat sampai saat ini sulit mengungkap motif Crooks menembak Trump.
Tiga sumber penegak hukum AS mengonfirmasi bahwa Crooks berada di luar lokasi kampanye Trump saat melancarkan aksinya meski terhitung dari jarak dekat.
Crooks melancarkan aksinya dari sebuah atap gedung tak jauh dari podim Trump berada.
Senjata yang dipakai Crooks bahkan berjenis AR-15 yang merupakan senapan semi-otomatis versi sipil dari M16 milik militer AS.
Sejumlah sumber keamanan bahkan melaporkan pelaku juga kedapatan membawa sejumlah bahan peledak di mobilnya dan juga rumahnya.
Sumber menggambarkan penembakan terjadi dari posisi "jam tiga" dari podium Trump, dengan tembakan datang dari sisi kanan sang eks presiden.
(rds)