Wakil presiden Amerika Serikat Kamala Harris membetot perhatian usai Presiden Joe Biden menominasikan dia maju di pemilihan umum pada November.
Biden mendukung Harris menjadi Capres AS dan bakal melawan calon dari Republik Demokrat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum didorong jadi Capres, elektabilitas Harris hanya tak jauh berbeda dengan Biden. Menurut laporan survei di Politico, Presiden AS itu meraih 43 persen, sementara wapresnya 42 persen.
Sementara itu, capres dari Partai Republik, Donald Trump, dalam beberapa survei unggul dari Biden meski selisihnya tipis. Banyak pihak juga menganggap dia berada di atas angin terutama usai insiden upaya pembunuhan di Pennsylvania pada 13 Juli.
Lalu, mampukah Harris membuat kejutan dan mengalahkan Trump?
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah, mengatakan Harris punya peluang menang di pemilu AS.
"Peluang itu ada karena dinominasikan langsung oleh Biden," kata Rezasyah saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (23/7).
Dia juga meyakini Harris adalah sosok yang kuat untuk bertarung dengan Trump di pemilu karena rekam jejak dia yang menonjol.
"Kalau head to head Harris dengan Trump itu bagus karena dia jagoan, punya latar belakang hukum, bisnis, dan mengerti sensitivitas orang-orang minoritas," ujar Rezasyah.
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Suzie Sudarman, juga punya pandangan serupa. Dia bahkan menilai pertarungan ini tak sepadan.
"Trump [punya banyak salah] sementara Harris jaksa. Ini kampanye antara jaksa dengan pesakitan," ujar Suzie.
Trump merupakan eks presiden AS pada 2016-2020 dan kini berstatus terpidana. Dia memiliki serangkaian kasus yang menjeratnya.
Beberapa kasus itu di antaranya penyembunyian dokumen rahasia, pembayaran uang tutup mulut ke bintang film porno, hingga upaya menggagalkan hasil pemilu 2020.
Sementara itu, Harris merupakan wapres perempuan sekaligus keturunan kulit hitam pertama dalam sejarah AS.
Sebelum ke politik, dia malang melintang di dunia hukum. Harris bergabung dengan Kantor Kejaksaan Alameda County pada 1990 dan fokus terkait kasus kekerasan terhadap anak.
Lalu pada 2010, dia terpilih menjadi Jaksa Agung California. Tujuh tahun setelah itu, dia dilantik menjadi anggota Senat.
Selama menjadi senat, dia konsisten memperjuangkan UU memerangi kelaparan, keringanan biaya sewa rumah, peningkatan layanan Kesehatan ibu, hingga revitalisasi infrastruktur publik.
Meski profil Harris berkilau di atas kertas, Rezasyah mencatat Demokrat perlu strategi khusus untuk menang di kontestasi politik itu.
Partai ini seperti berkejar-kejaran dengan waktu dan harus mengambil keputusan super tepat.
Demokrat, lanjut dia, mau tak mau mesti merangkul semua pemilih dari berbagai golongan termasuk kelompok kanan.
"Masih dimungkinkan [menang pemilu]. Cuma manajer kampanye harus bekerja sangat keras, melayani setiap segmen- segmen di AS, pemilih awal, pemilih pemilih swing voter," kata Rezasyah.
Dia lalu berujar, "Mereka harus merangkul sayap keagamaan kalau enggak ya kalah."
Bersambung ke halaman berikutnya...