Rusia Kutuk Pembunuhan Pemimpin Hamas Haniyeh: Tak Dapat Diterima

CNN Indonesia
Rabu, 31 Jul 2024 15:10 WIB
Rusia sebut pembunuhan bos Hamas Ismail Haniyeh bisa semakin memicu konflik di Timur Tengah.
Ilustrasi. Rusia kutuk pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh. (iStock/Derek Brumby)
Jakarta, CNN Indonesia --

Kementerian Luar Negeri Rusia memperingatkan serangan yang menewaskan pemimpin biro politik Hamas, Ismail Haniyeh, di Iran pada Rabu (31/7) bakal memicu eskalasi konflik di Timur Tengah.

Pemerintah Rusia juga menyebut serangan tersebut telah melanggar hukum internasional.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Mikhail Bogdanov mengatakan pembunuhan terhadap Haniyeh di ibu kota Iran, Teheran, merupakan "pembunuhan politik yang sama sekali tidak dapat diterima."

Bogdanov pun mewanti-wanti bahwa insiden ini akan memantik ketegangan yang lebih besar.

"Ini adalah pembunuhan politik yang sama sekali tidak dapat diterima, dan akan menyebabkan peningkatan ketegangan lebih lanjut," kata Bogdanov, seperti dikutip Middle East Eye (MEE).1

Ismail Haniyeh dinyatakan tewas dalam serangan di kediamannya di Teheran pada Rabu (31/7) pagi. Hamas menuduh Israel dalang di balik serangan ini.

Haniyeh berada di Teheran sejak Selasa (30/7) kemarin, untuk menghadiri pelantikan presiden baru Iran Masoud Pezeshkian. Dia juga bertemu dengan pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei.

"Saudara, pemimpin, mujahid Ismail Haniyeh, kepala gerakan terakan ini, tewas dalam serangan Zionis di Teheran setelah ia berpartisipasi dalam pelantikan presiden baru Iran," demikian pernyataan Hamas, dikutip AFP.

Sementara itu IRGC mengatakan saat serangan itu, seorang pengawal Haniyeh juga tewas.

"Kediaman Ismail Haniyeh, kepala kantor politik Perlawanan Islam Hamas, diserang di Teheran. Akibat insiden ini, dia dan salah satu pengawalnya tewas," kata pernyataan IRGC.

Ismail Haniyeh merupakan kepala biro politik Hamas sejak 2017, menggantikan Khaled Meshaal. Haniyeh jadi tokoh terkenal, terutama usai menjadi Perdana Menteri Palestina pada 2006, menyusul kemenangan Hamas pada pemilu parlemen.

Haniyeh tinggal di pengasingan dan berpindah antara Turki dan Qatar. Dia bergabung dengan Hamas pada tahun 1987, saat peristiwa Intifada Pertama.

Selama agresi Israel ke Palestina, keluarga Haniyeh turut jadi sasaran serangan. Pada April lalu, tiga anak dan empat cucu Haniyeh tewas dibunuh Israel.

(blq/dna)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER