Apakah Perang Israel vs Hizbullah Bisa Meluas ke Negara Timteng Lain?

CNN Indonesia
Kamis, 26 Sep 2024 06:30 WIB
Sejumlah pihak cemas perang Israel vs Hizbullah yang kini turut menyerang kota-kota di Lebanon bisa memicu perang yang lebih luas lagi di Timur Tengah.
(Foto: REUTERS/Aziz Taher)

Menurut peneliti senior di Carnegie Endowment for International Peace sekaligus pejabat lama Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, Aaron David Miller, perang Israel tak akan meluas hingga menyeret negara-negara Timur Tengah lainnya, termasuk Iran.

Kepada PBS, Miller mengatakan Hizbullah belum melewati "garis merah utama" dalam konfliknya dengan Israel.

Garis merah utama yang dimaksud yakni penggunaan rudal berpemandu presisi Hizbullah, yang sanggup menimbulkan kerusakan luar biasa pada infrastruktur, jaringan listrik, bahkan pusat-pusat populasi Israel.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hizbullah belum melewati garis merah utama, yaitu penggunaan rudal berpemandu presisi mereka lagi, yang mana mereka punya ratusan, bukan ribuan. Namun, meski hanya ratusan, jumlah itu cukup untuk menimbulkan kerusakan luar biasa pada pusat-pusat populasi Israel, infrastruktur, dan jaringan listrik," kata Miller.

Menurut Miller, Israel baru akan menyeret paksa negara-negara lain termasuk Iran ke dalam konflik apabila Hizbullah berani merusak infrastruktur, terutama pabrik desalinasi mereka.

"Israel memperoleh banyak air dari pabrik desalinasi. Jika diserang dengan rudal Hizbullah, pabrik-pabrik itu akan rusak. Ini bisa menjadi mimpi buruk yang besar," ucapnya.

Meski Hizbullah memiliki kapasitas untuk meluncurkan 3.000 rudal dalam sehari, kelompok milisi itu belum menunjukkan tanda-tanda ingin memperparah konflik dengan Israel.

Menurut Miller, Hizbullah membatasi diri karena sadar bahwa mereka telah menempatkan seluruh penduduk Lebanon dalam bahaya akibat tindakan mereka yang berada di luar kepentingan Lebanon.

Lebih dari itu, dari sisi Iran selaku pendukung Hizbullah, juga kelihatannya enggan untuk terlibat langsung dengan Israel. Miller menilai Iran saat ini hanya ingin membuat Israel "kesulitan" melalui proksi-proksinya.

"Yang tidak ingin mereka [Iran] lihat adalah serangan Israel dan/atau Amerika terhadap Iran. Anda bisa berakhir dengan kemungkinan itu jika pada kenyataannya ada eskalasi besar antara Israel dan Hizbullah sehingga Iran merasa perlu untuk membela Hizbullah. Israel dan mungkin bahkan Amerika bisa saja terlibat jika itu terjadi," ucapnya.

Pandangan serupa juga disampaikan oleh Paul R. Pilar, peneliti senior nonresiden di Center for Security Studies Georgetown University sekaligus peneliti nonresiden di Quincy Institute for Responsible Statecraft.

Pilar mengatakan Iran saat ini ingin menghindari perang yang lebih luas di Timur Tengah, apalagi perang langsung dengan Israel.

Ini sejalan dengan pernyataan Presiden Iran Masoud Pezeshkian di New York pada Senin (23/9) yang menegaskan Teheran tak mau "menjadi penyebab ketidakstabilan di Timur Tengah" karena tahu risiko yang mengintai.

Menurut Pilar, salah satu bukti bahwa Iran berusaha tak terlibat langsung dengan Israel yaitu mengenai rencana serangan balasan Iran atas kematian pemimpin Hamas Ismail Haniyeh di Teheran pada 31 Juli lalu.

Iran dan Hamas menuding Israel dalang di balik kematian Haniyeh. Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei bahkan telah bersumpah untuk membalas Israel.

Walau telah bersumpah, pada kenyataannya Iran hingga kini menahan diri agar tak meledakkan konflik di Timur Tengah.

Pasalnya, jika Iran perang terbuka dengan Israel, maka pertempuran itu akan berubah menjadi perang skala besar mengingat Iran memiliki banyak proksi di Timur Tengah, sehingga bukan tidak mungkin sekutu-sekutunya ikut terlibat untuk membantu Iran selaku 'bos' utama.

"Meski begitu, orang harus bertanya-tanya apa batasan kesabaran Iran dalam menghadapi pelanggaran Israel yang terus berlanjut ini," kata Pilar dalam tulisannya di Responsible Statecraft.

(blq/rds/bac)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER