Menurut laporan NYT, Hamas merasa yakin bahwa Iran dan Hizbullah mendukung serangan mereka. Namun, Hamas juga menyimpulkan bahwa sekutu-sekutunya itu kemungkinan tak akan terlibat penuh, sebagian agar Israel tidak mengerahkan sistem pertahanan udara canggihnya sebelum serangan terjadi.
Dalam dokumen itu, disebutkan pula bahwa Hamas sengaja menghindari konfrontasi besar dengan Israel selama dua tahun terakhir sejak 2021 guna memaksimalkan kejutan dalam serangan 7 Oktober 2023. Hamas disebut "harus membuat musuh yakin bahwa Hamas di Gaza menginginkan ketenangan."
"Keputusan untuk menyerang juga dipengaruhi oleh keinginan Hamas untuk mengganggu upaya normalisasi hubungan antara Israel dan Arab Saudi, pengukuhan pendudukan Israel di Tepi Barat, serta upaya Israel memegang kendali atas kompleks Masjid Al Aqsa di Yerusalem," tulis NYT.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hamas dan Hizbullah sejauh ini tidak menanggapi permintaan komentar. Sementara itu, perwakilan Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa membantah seluruh klaim dalam dokumen tersebut.
"Setiap klaim yang mencoba menghubungkan Hamas dengan Iran atau Hizbullah, baik sebagian atau seluruhnya, tidak bisa dipercaya dan berasal dari dokumen palsu," demikian pernyataan Iran.
Sejak Hamas meluncurkan serangan 7 Oktober 2023, pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei telah membantah terlibat dalam serangan tersebut.
Sejumlah pejabat Amerika Serikat saat itu juga menyatakan para pemimpin kunci Iran terkejut dengan serangan Hamas, sehingga membuat Washington ragu bahwa Teheran terlibat dalam perencanaan serangan.
Juru bicara Hizbullah pada Sabtu (12/10) mengatakan kepada CNN bahwa kelompoknya tak tahu-menahu mengenai operasi Hamas 7 Oktober di Israel selatan.
"Seperti yang dikatakan Sekretaris Jenderal Hizbullah (Hassan Nasrallah), Hizbullah tidak tahu tentang operasi Badai Al Aqsa yang dilakukan Hamas pada 7 Oktober (2023)," demikian keterangan Hizbullah.
(blq/wiw)