ANALISIS

Untung-Rugi Gabung BRICS dan Potensi Sikap AS Cs ke RI

isa | CNN Indonesia
Minggu, 27 Okt 2024 08:15 WIB
Keinginan RI bergabung dengan organisasi BRICS dinilai bisa membuat Indonesia punya daya tawar di mata dunia.
KTT Brics di Kazan, Rusia. Foto: via REUTERS/Alexander Nemenov

Negara inisiator BRICS terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Kelima negara ini sedang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan.

Saat ini, BRICS memiliki 10 negara anggota. Selain inisiator, negara anggota BRICS lainnya yakni Mesir, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Ethiopia, dan Iran.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Langgar politik bebas aktif?

Bergabung dengan organisasi ini bisa memicu asumsi keberpihakan Indonesia ke China dan Rusia sebagai inisiator BRICS. Kedua negara itu kerap berselisih dengan Amerika Serikat dan sekutunya.

Menghindari pandangan itu, Menteri Luar Negeri RI Sugiono menegaskan keinginan bergabung dengan BRICS sesuai kebijakan politik RI yang independen.

"[Ini] merupakan pengejewantahan politik luar negeri bebas aktif. Bukan berarti kami ikut kubu tertentu," ungkap dia dalam rilis resmi.

Indonesia, lanjut Sugiono, berusaha untuk aktif di semua forum ekonomi internasional.

Yon juga menilai langkah Indonesia bergabung BRICS sebagai penyeimbang bukan untuk membangun koalisi atau blok tertentu.

"Tetapi lebih untuk menyeimbangkan kekuatan ekonomi kita untuk bergabung dengan BRICS," ungkap dia.

Langkah Indonesia merapat ke BRICS, lanjut Yon, juga bukan untuk terlibat dalam permusuhan atau persaingan global.

Dia sepakat dengan Menlu Sugiono bahwa keputusan RI bergabung dengan organisasi yang beranggotakan mayoritas negara berkembang sebagai upaya "menjaga politik bebas aktif."

Yon dan Sya'roni juga menganggap AS akan memahami keputusan Indonesia karena sikap politik bebas aktif mereka.

RI bakal rugi?

Dari sederet keuntungan yang akan didapat Indonesia, para pengamat juga mencatat dampak negatif jika bergabung dengan BRICS.

Dampak negatif itu terkait pandangan dan interaksi sikap negara Barat.

Hubungan AS dan Rusia, memanas usai Presiden Vladimir Putin melancarkan invasi ke Ukraina. Kedua negara ini terlibat saling embargo dan meluncurkan sanksi.

Lalu hubungan Negeri Paman Sam dengan Negeri Tirai Bambu sering meradang karena berbagai masalah terutama Taiwan dan Laut China Selatan.

Rivalitas AS-Rusia dan AS-China kian runcing saat agresi Israel di Palestina serta di Lebanon.

Yon memandang jika RI resmi menjadi anggota BRICS "tentu akan memengaruhi hubungan dengan AS."

Dia lalu mencatat selama Indonesia bisa menjaga jarak dengan China dan Rusia selaku penggagas BRICS, dampak negatif akan berkurang.

"Kalau Indonesia terlalu dekat dengan China [akan ada dampak]. Jadi, ada banyak aturan-aturan yang diterapkan Amerika ke Indonesia," kata Yon.

Aturan-aturan itu, lanjut dia, bisa di bidang dalam perdagangan atau aspek lain seperti pembatasan pembelian senjata.

Langkah yang lebih jauh, kata Yon, bisa mengarah ke sanksi atau embargo senjata dari AS.

Namun, Indonesia bisa terhindar dari sanksi jika menjaga hubungan secara baik dengan semua pihak.

"Kalau Indonesia bisa menjaga keseimbangan berkomunikasi dengan kedua belah pihak secara baik maka potensi sanksi atau embargo itu bisa dihindari," ujar Yon.

Indonesia dalam hal persenjataan juga tak ingin mendapat embargo dari Amerika Serikat. RI masih mengandalkan negara Barat sebagai importir senjata.



(dna)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER