Sebagian besar jajak pendapat juga punya narasi yang sama. Survei yang dilakukan lembaga riset Pew Research Center pada September 2023 menyebut lebih dari 60 persen mendukung penghapusan Electoral College.
Artinya dua dari tiga orang warga AS mendukung perubahan sistem pemilu. Arsip Nasional AS juga mencatat terdapat lebih dari 700 upaya untuk membongkar proses tersebut.
"Ada lebih banyak usulan untuk amandemen Konstitusi mengenai perubahan Electoral College dibandingkan dengan subjek lainnya," demikian menurut Arsip Nasional.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, perubahan itu tak semudah berucap. Profesor sejarah di AS John Sacher mengatakan di AS tak mudah mengubah amandemen konstitusi.
Amandemen perlu dukungan dari dua pertiga masing-masing cabang di Kongres dan tiga perempat dari negara bagian. "Memperoleh dukungan Kongres terbukti bermasalah," kata Sacher di situs resmi Universitas Central Florida.
Kongres di AS terdiri dari DPR dan Senator. Pada 1969, perubahan konstitusi hampir berhasil. DPR sepakat, tetapi Senat menolak.
"Meskipun dua pertiga warga Amerika mungkin mendukung perubahan dalam Electoral College, kepemimpinan Partai Republik saat ini tidak mendukung," ujar Sacher.
Dalam 24 tahun terakhir, dua orang Republik yakni George W. Bush dan Donald Trump memenangkan kursi kepresidenan dengan suara lebih sedikit daripada lawan mereka
Namun, dalam 19 pemilihan sejak Perang Dunia II, electoral college telah menguntungkan Demokrat sembilan kali dan Republik sepuluh kali.
Pendukung sistem electoral college mengatakan sistem ini sebagai menyeimbangkan kekuasaan antara negara bagian yang besar dan kecil.
Mereka juga berpikir sistem tersebut membawa stabilitas dan merupakan hambatan bagi para perusuh.
Setiap pemilu selalu muncul tuduhan kecurangan suara. Namun, dalam sistem ini tuduhan itu tak terbukti. Sacher mengatakan Electoral College berhasil mengatasi Sebagian besar kecurangan suara.
AS adalah satu-satunya negara yang masih menggunakan Electoral College. "Jika negara lain telah menemukan cara untuk menjalankan pemilihan presiden nasional, haruskah Amerika Serikat mempertimbangkan untuk melakukan perubahan?" ungkap dia.
(isa/wiw)