Partai-partai oposisi yang dipimpin oleh Partai Demokrat Korea (DPK) telah mendorong penyelidikan penasihat khusus terhadap skandal Kim Keon Hee. Majelis Nasional yang didominasi oposisi telah meloloskan tiga beleid terkait itu, namun semuanya dijegal oleh veto Yoon.
"Yoon telah berjuang untuk menjaga hubungan baik dengan blok oposisi karena gaya komunikasinya yang buruk, dengan isu seputar ibu negara menjadi titik nyala utama. Konflik yang meningkat pada akhirnya mendorong presiden mengambil keputusan yang merugikan dirinya sendiri dengan mengumumkan darurat militer," kata Lee.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yoon menetapkan darurat militer secara tiba-tiba dan sepihak pada 3 Desember lalu. Deklarasi itu mengejutkan masyarakat Korsel, bahkan dunia, dan ditentang keras oleh parlemen.
Yoon akhirnya mencabut darurat militer enam jam kemudian menyusul penolakan bulat parlemen.
Majelis Nasional pada Sabtu (14/12) pun meloloskan mosi pemakzulan terhadap Yoon sehingga Yoon kini ditangguhkan dari tugas-tugasnya sebagai kepala negara. Seluruh tugasnya saat ini dialihkan ke Perdana Menteri Han Duck Soo.
Situasi ini pun membahayakan posisi Kim Keon Hee. Pasalnya, parlemen meloloskan versi keempat dari rancangan undang-undang (RUU) penasihat khusus pada 12 Desember, hanya dua hari sebelum Yoon dimakzulkan.
Penasihat khusus ditugaskan menyelidiki belasan tuduhan terkait ibu negara.
Nasib Kim kini bergantung pada Han sebagai penjabat presiden. Han saat ini juga sedang diselidiki terkait status darurat militer Yoon. Oleh sebab itu, ia kemungkinan tak akan mengambil keputusan yang berani.
Selain itu, Han juga punya posisi rentan karena Majelis Nasional memiliki wewenang untuk memakzulkan perdana menteri.
"Melakukan veto dapat dianggap sebagai tindakan yang bias secara politik. Saya yakin penjabat presiden tidak akan melampaui batas kewenangan sementaranya," kata ketua DPR dari Partai Demokrat Lee Jae Myung.
(blq/bac)