Meskipun kekuasaan presiden dalam memberikan grasi sangat besar, hak istimewa ini tidak bersifat mutlak.
Seorang presiden tidak dapat memberikan grasi kepada orang-orang yang dihukum atas kejahatan tingkat tinggi di level negara bagian. Grasi juga tidak dapat diberikan presiden untuk mengurangi hukuman seseorang atas kejahatan di negara bagian.
Sebab, kekuasaan tersebut umumnya dimiliki oleh gubernur, meskipun peraturannya dapat berbeda di setiap negara bagian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Konstitusi AS juga memastikan bahwa grasi tidak dapat digunakan untuk seseorang, terutama pejabat, yang menghadapi pemakzulan di Kongres. Sebab, hal itu akan melanggar prinsip pemisahan kekuasaan antara eksekutif dan legislatif.
Dengan begitu, pemberian grasi presiden hanya berlaku untuk para pelanggar hukum pemerintah federal Amerika Serikat. Presiden juga hanya dapat memberikan grasi atas kejahatan yang sudah terjadi dan bukan untuk kejahatan di masa depan.
Lantas bisakah Trump mengampuni dirinya sendiri?
Dikutip Axios, jika pertaanyaan itu ditujukan untuk kasus hush money yang telah ditetapkan Pengadilan New York pada 10 Januari lalu jawabannya: tidak bisa.
Hukuman yang dijatuhkan kepada Trump di New York tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan grasi dari presiden.
Untuk kasus ini, Trump harus memohon pengampunan kepada Gubernur New York yang saat ini merupakan politikus Partai Demokrat, Kathy Hochul.
Demikian pula, kasus hukum terkait kasus intervensi pemilu di Georgia yang sedang berjalan. Trump tidak bisa mengampuni diri sendiri jika vonis bersalah terhadap dirinya keluar karena hak pemberian pengampunan ada di tangan Gubernur Georgia.
Bagaimana dengan kasus hukum lainnya yang menjerat Trump? Apakah sang presiden bisa memberikan grasi terhadap diri sediri?
Dalam kasus kejahatan federal, jawabannya belum jelas. Hal ini disebabkan karena tidak ada presiden lain, selain Trump yang pernah didakwa melakukan kejahatan.
Selain itu, belum ada amandemen konstitusi yang melarang praktik potensial ini, meskipun beberapa anggota Kongres pernah mencoba mengusulkannya.
Para ahli hukum konstitusi AS juga berbeda pendapat mengenai apakah kekuasaan grasi presiden mencakup dirinya sendiri.
Sebab, sejauh ini, konstitusi maupun preseden hukum tidak memberikan jawaban pasti.
Secara umum, para ahli yang percaya bahwa presiden dapat mengampuni dirinya sendiri biasanya memiliki pandangan luas tentang kekuasaan eksekutif. Mereka berargumen bahwa bahasa dalam Pasal II, Ayat 2, Klausul 1 Konstitusi tidak secara eksplisit mengecualikan siapa pun untuk menerima grasi, termasuk presiden sendiri.
Sebagai contoh, John Yoo, profesor hukum di Berkeley dan mantan penasihat hukum dalam pemerintahan George W. Bush, berpendapat dalam sebuah artikel pada 2017 bahwa bahasa konstitusi memungkinkan presiden untuk mengampuni dirinya sendiri.
Namun, ia menambahkan bahwa presiden seharusnya tidak melakukannya, karena hal ini akan merusak legitimasinya secara mendalam dan memicu bencana politik.
Di sisi lain, para ahli yang berpendapat bahwa grasi presiden tidak untuk mengampuni diri sendiri dan hal itu melanggar Konstitusi sering membuat argumen etimologis tentang bahasa dalam Pasal II, Ayat 2, Klausul 1 serta niat para pendiri bangsa.
Sebagai contoh, Frank Bowman, ahli hukum konstitusi dan pidana dari Universitas Missouri, berpendapat bahwa kata "pardon" (grasi) dan grant (memberikan) secara tradisional mengimplikasikan adanya hubungan dua pihak, yaitu pemberi grasi dan penerima grasi.
Dengan begitu Bowman menilai pemberian grasi tidak bisa hanya melibatkan satu orang sebagai pemberi dan penerima hak istimewa tersebut.
Di masa lalu, Kementerian Kehakiman AS juga pernah membahas perdebatan soal grasi untuk presiden.
Empat hari sebelum Presiden Richard Nixon mengundurkan diri, Penjabat Asisten Jaksa Agung Mary Lawton, menulis dalam sebuah memorandum bahwa presiden tidak dapat mengampuni dirinya sendiri karena hal itu akan melanggar "aturan dasar bahwa tidak ada seorang pun boleh menjadi hakim dalam kasusnya sendiri."
(rds)