Jakarta, CNN Indonesia --
Presiden Donald Trump membekukan bantuan luar negeri United States Agency for International Development atau USAID melalui perintah eksekutif demi mengamankan ekonomi Amerika Serikat.
Melalui perintah eksekutif yang ia teken, Trump membekukan 90 hari bantuan pembangunan luar negeri AS. Itu termasuk penghentian sementara bantuan dari Kementerian Luar Negeri dan USAID.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Langkah ini diambil lantaran Trump menginginkan efisiensi program dan konsistensi dengan kebijakan luar negeri.
"Setiap dolar yang kita belanjakan, setiap program yang kita danai, dan setiap kebijakan yang kita jalankan harus dibenarkan dengan jawaban atas tiga pertanyaan sederhana: Apakah itu membuat Amerika lebih aman? Apakah itu membuat Amerika lebih kuat? Apakah itu membuat Amerika lebih sejahtera?" kata Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, dalam pernyataan resminya, Minggu (26/1).
USAID menyalurkan berbagai bantuan dan asistensi yang berfokus pada pembangunan ekonomi, stabilitas politik, dan kesejahteraan sosial di berbagai negara terutama negara berkembang. Lembaga ini memberikan bantuan ke lebih dari 100 negara di berbagai benua di seluruh dunia, termasuk ke Asia Tenggara.
Dengan keputusan Trump ini, ratusan hingga ribuan proyek USAID di berbagai negara terancam berhenti. Ribuan staf kontrak yang bekerja di kantor-kantor USAID di berbagai negara bahkan dilaporkan telah diberhentikan langsung setelah Trump mengumumkan perintah eksekutif itu.
Seberapa besar bantuan AS terutama melalui USAID digelontorkan selama ini ke Indonesia?
Berlanjut ke halaman berikutnya >>>
Di Asia Tenggara pendanaan AS membantu menyediakan bantuan kemanusiaan bagi masyarakat dan dukungan bagi aktivis pro-demokrasi yang mempertaruhkan nyawa melawan rezim represif.
Di Indonesia, USAID mengucurkan $153 juta atau sekitar Rp2,4 triliun untuk proyek-proyek di Indonesia selama 2023.
Bidang-bidang itu mencakup tata kelola pemerintahan yang demokratis, antikorupsi, iklim dan lingkungan, pertumbuhan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.
Selama beberapa tahun terakhir, USAID mendukung peluncuran mesin yang bisa mengidentifikasi tuberkulosis dan bermitra dengan LSM untuk melatih orang-orang dalam kesiapsiagaan bencana.
Myanmar
Salah satunya untuk Myanmar. Program HIV dari kementerian kesehatan yang dikendalikan junta sedang dikurangi. Program ini mengandalkan bantuan pendanaan AS.
"Tugas-tugas pemeriksaan darah sudah ditangguhkan," kata sumber di Myanmar.
Penghentian pendanaan juga berdampak ke aktivitas pro-demokrasi yang melawan junta. Salah satu aktivis mengatakan dia mendapat perintah untuk berhenti menyediakan rumah aman dan tempat persembunyian bagi pendukung pro-demokrasi.
Tahanan politik menghadapi kondisi yang mengerikan di penjara termasuk penyiksaan.
"Kami meminta negara-negara demokrasi lain untuk turun tangan dan membantu mengisi kesenjangan tersebut," kata aktivis itu, dikutip The Guardian, Kamis (30/1).
Dia lalu mengatakan USAID dan lembaga donor terkait AS lain harus berdiskusi dan berkoordinasi untuk memastikan kebutuhan ini ditangani di lapangan.
"Khususnya untuk bantuan medis dan program darurat seperti mendukung aktivis yang berisiko," imbuh aktivis itu.
Media independen Myanmar, yang berperan penting dalam mendokumentasikan kekejaman militer juga mengkhawatirkan. Media India Scroll melaporkan media Mizzima tak akan bisa membayar jurnalisnya, dan harus menangguhkan layanan siaran karena pembekuan.
Filipina
USAID merilis dana $180 juta termasuk untuk bantuan kemanusiaan dalam proyek-proyek di Filipina pada 2024.
Dana itu juga termasuk proyek-proyek di seluruh bidang seperti pemerintahan dan masyarakat sipil, pendidikan dan kesehatan.
Filipina merupakan sekutu tertua AS di Indo-Pasifik. Kedua ini, tampak lebih akrab dalam beberapa tahun terakhir.
Vietnam
Kajian bantuan luar negeri AS juga dilaporkan akan menghentikan pendanaan untuk program pembersihan ranjau di Vietnam, serta di Laos dan Kamboja.
Di seperlima wilayah Vietnam, bom Amerika masih tergeletak. Bom-bom itu telah menewaskan puluhan ribu orang sejak perang berakhir pada 1975.
USAID juga mendanai proyek-proyek yang bertujuan mendukung pembangunan ekonomi, keamanan lingkungan, dan kesehatan di seluruh Vietnam , dan menggelontorkan bantuan sebesar $146,46 juta ke negara tersebut pada 2024.
Kamboja
Pendanaan USAID di Kamboja mendukung proyek-proyek yang mempromosikan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, kesehatan, pendidikan, perlindungan anak, serta demokrasi dan hak asasi manusia.
Namun, proyek-proyek itu dilaporkan telah ditangguhkan, termasuk pekerjaan yang mempromosikan jurnalisme warga.
Direktur eksekutif di Pusat Media Independen Kamboja (CCIM) Chhan Sokunthea mengatakan jika pendanaan dipangkas dalam jangka panjang akan berdampak besar ke jurnalis jika mereka menghadapi kekerasan.
Presiden kelompok hak asasi Kamboja Adhoc, Ny Sokha, juga menyampaikan dampang pemberhentian pendanaan itu.
"Ini sangat mempengaruhi upaya kami untuk mendukung masyarakat yang rentan dan memperkuat demokrasi di Kamboja," kata dia.
Program penjinakan ranjau juga terganggu di Kamboja. Sekitar 30 persen penjinakan ranjau di negara tersebut didanai pemerintah Amerika dan semuanya telah terhenti.
Thailand
Pada pekan lalu, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mengatakan meminta pusat-pusat perawatan di sepanjang perbatasan Thailand kesehatan untuk ditutup.
Rubio juga mengatakan bantuan kemanusiaan yang menyelamatkan nyawa akan dikecualikan dari pembekuan tersebut.
Pusat-pusat perawatan Kesehatan di sepanjang perbatasan Thailand didanai Komite Penyelamatan Internasional dengan dukungan AS.