Namun, meskipun sebagian besar anggota Partai Republik mendukung Trump dan Vance, beberapa lainnya bergabung dengan Demokrat dalam membela Ukraina.
Perwakilan New York Mike Lawler, dalam sebuah unggahan di X menyebut pertemuan di oval office, Gedung Putih, sebagai "kesempatan yang terlewatkan bagi Amerika Serikat dan Ukraina - sebuah perjanjian yang tidak diragukan lagi akan menghasilkan kerja sama ekonomi dan keamanan yang lebih kuat."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perwakilan Don Bacon, seorang Republikan moderat dari Nebraska, menyatakan dukungannya terhadap Kyiv.
"Hari yang buruk bagi kebijakan luar negeri Amerika. Ukraina menginginkan kemerdekaan, pasar bebas dan supremasi hukum. Ukraina ingin menjadi bagian dari Barat. Rusia membenci kita dan nilai-nilai Barat kita. Kita harus jelas bahwa kita mendukung kebebasan," katanya dalam sebuah pernyataan.
Tak satu pun anggota parlemen Republik mengkritik Trump atau Vance.
Cekcok yang terjadi antara Trump dan Zelensky terjadi saat keduanya berbicara soal masa depan Ukraina dan prospek perdamaian dengan Rusia. Trump meminta Zelensky untuk "berkompromi" dengan Rusia demi tercapainya perdamaian.
Namun, Trump tak menjamin apakah Ukraina bisa mendapatkan kembali wilayah yang selama invasi diduduki Rusia.
Zelensky pun menolak usulan Trump tersebut dengan menegaskan Ukraina tidak akan berkompromi dengan penjajah dan pembunuh.
Dari situ, Zelensky, Trump, hingga Vance terlibat adu mulut, di mana Vance dan Trump berupaya menyudutkan Zelensky.
Atas peristiwa tersebut, perjanjian akses AS ke tanah jarang Ukraina batal diteken.
(ryn/bac)