Kebangkitan dan Keruntuhan Kebijakan Satu Anak di China

CNN Indonesia
Sabtu, 05 Apr 2025 07:03 WIB
Kebijakan satu anak di Tiongkok berlaku sejak 1980 disebut sebagai eksperimen sosial terbesar dalam sejarah umat manusia.
Ilustrasi bendera China. Foto: iStockphoto/LUHUANFENG

Club of Rome dan yang lainnya menciptakan "neo-Malthusianisme" yang menganjurkan pengendalian kelahiran, jika perlu diwajibkan, di negara-negara berkembang.

Sama seperti Malthus, neo-Malthusian tidak menganggap perluasan produksi pertanian karena kemajuan teknologi dan penyusutan kelahiran yang terjadi secara alami ketika kondisi ekonomi membaik. Masyarakat kaya menghasilkan lebih sedikit anak-kecuali jika orang tua memiliki motivasi keagamaan atau ideologis yang kuat-karena banyak warga negara lebih suka menginvestasikan uang mereka untuk menikmati hidup daripada untuk anak-anak.

"Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, kapitalisme sebenarnya adalah bentuk pengendalian kelahiran yang paling efektif. Hal ini tidak hanya berlaku di Eropa, dan faktanya Korea Selatan dan Jepang termasuk di antara negara-negara dengan tingkat kelahiran terendah di dunia," tutur Introvigne.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Neo-Malthusian juga tidak menganggap bahwa kebijakan pengendalian kelahiran negara menjadi bumerang dalam banyak hal, terutama karena kemajuan dunia medis berarti orang dapat hidup lebih lama.

Jumlah pekerja yang berkurang pada akhirnya harus mendukung lebih banyak pensiunan lanjut usia. Beberapa neo-Malthusian mengusulkan untuk memecahkan masalah terakhir melalui kebijakan eutanasia paralel untuk orang lanjut usia, tetapi untungnya usulan ini ditentang oleh mayoritas penduduk di seluruh dunia.

Mao Zedong dan Kebijakan Satu Anak

Kembali ke China, sebagian besar buku tentang kebijakan satu anak memberi tahu publik dunia bahwa Mao Zedong menentangnya dan kebijakan itu diperkenalkan hanya ketika dia sakit dan akan meninggal dunia.

Kebijakan itu diberlakukan di tahun 1975, dan Mao meninggal satu tahun setelahnya.

"Namun, sejumlah studi telah menyimpulkan bahwa hal tersebut tidak sepenuhnya tepat," kata Introvigne.

Mao adalah seorang Marxis ortodoks dan ketika dihadapkan dengan suatu masalah, dia berkonsultasi dengan karya-karya Karl Marx sebelum mengandalkan ilmuwan kontemporer. Populasi cenderung tumbuh setelah perang, karena keluarga menunda memiliki anak sampai perang berakhir.

Setelah Perang Saudara, populasi Tiongkok tumbuh spektakuler dari 542 juta di tahun 1949 menjadi 807 juta pada 1969. Ditambah dengan kolektivisasi tanah yang cepat, pertumbuhan ini menyebabkan kekurangan pangan di beberapa daerah.

Reaksi awal Mao terhadap usulan bahwa masalah tersebut dapat diselesaikan melalui pengendalian kelahiran yang dipaksakan adalah dengan melihat tulisan-tulisan Marx, yang mengatakan kepadanya bahwa Malthusianisme salah.

Pada tahun 1949, Mao menulis: "Argumen tak masuk akal dari ekonom borjuis Barat seperti Malthus bahwa peningkatan pangan tidak dapat mengimbangi peningkatan populasi telah dibantah sepenuhnya oleh kaum Marxis sejak lama. Merupakan hal yang sangat baik bahwa Tiongkok memiliki populasi yang besar. Bahkan jika populasi China berlipat ganda, kita sepenuhnya mampu menemukan solusinya; solusinya adalah produksi."

"Faktanya, jawaban Mao terhadap pertumbuhan populasi adalah lebih banyak kolektivisasi melalui kampanye Lompatan Jauh ke Depan di tahun 1958-1962. Meski ia yakin hal ini akan meningkatkan produksi pertanian, yang terjadi justru sebaliknya," ungkap Introvigne.

"Kampanye tersebut gagal dan menciptakan kelaparan terbesar dalam sejarah manusia. China melakukan segala yang mungkin untuk merahasiakan statistik kematian, tetapi, berdasarkan berbagai penilaian ilmiah, Lompatan Jauh ke Depan menyebabkan kematian 15 hingga 55 juta orang China," sambungnya.

Mao, yang sebelumnya bersikap ambivalen terhadap pengendalian kelahiran, memutuskan bahwa mungkin kritik Marx terhadap Malthus tidak berlaku di Tiongkok dan pada tahun 1964 membentuk Komisi Perencanaan Kelahiran di dalam Dewan Negara.

Rencana Lima Tahun untuk tahun 1970-1975 dan 1975-1980 mencakup sasaran untuk mengurangi laju pertumbuhan penduduk tahunan secara drastis. Dalam rencana tahun 1975-1980, sasarannya adalah 1 persen di daerah pedesaan dan 0,6 persen di perkotaan.

(dna)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER