Pada September 1980, Irak menjalankan invasi ke Iran, memperburuk persaingan regional dan perbedaan sektarian antara kedua negara.
Irak saat itu dipimpin oleh rezim Sunni meski mayoritas penduduknya bermazhab Syiah, sementara Iran didominasi dan dipimpin oleh komunitas Syiah.
Amerika Serikat khawatir konflik ini akan mengganggu aliran minyak dari Timur Tengah dan berusaha menjaga agar perang tidak berdampak pada sekutu dekatnya, Arab Saudi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam konteks itu, AS memberikan dukungan kepada Presiden Irak Saddam Hussein dalam melawan rezim Iran yang dianggap anti-Amerika.
Sebagai konsekuensinya, Washington sebagian besar menutup mata terhadap penggunaan senjata kimia oleh Irak terhadap pasukan dan warga sipil Iran.
Lihat Juga : |
Pejabat-pejabat Negeri Paman Sam bahkan meredam kecaman terhadap penggunaan senjata ilegal dan tidak manusiawi. Sebab menurut Departemen Luar Negeri AS, mereka tidak ingin "memberi keuntungan propaganda kepada Iran."
Perang akhirnya berakhir pada 1988 dalam keadaan buntu, dengan korban jiwa lebih dari 500 ribu personel militer dan 100 ribu warga sipil dari kedua pihak.
Meski memberlakukan embargo senjata terhadap Iran pada 1984, pemerintahan Ronald Reagan secara diam-diam menjual senjata ke Iran.
Tujuannya: mencegah Iran mencari dukungan Soviet dan membebaskan sandera AS di Lebanon.
Kesepakatan rahasia ini terbongkar pada 1986 dan memicu skandal Iran-Contra, di mana dana hasil penjualan senjata digunakan secara ilegal untuk mendanai kelompok pemberontak kontra di Nikaragua.
Presiden Bill Clinton menandatangani perintah eksekutif yang melarang perusahaan AS berbisnis dengan Iran.
Kongres juga memberlakukan sanksi terhadap entitas asing yang berinvestasi di sektor energi Iran atau menjual senjata canggih ke negara tersebut.
AS menuding Iran atas program nuklir dan dukungan terhadap Hizbullah, Hamas, dan Jihad Islam Palestina.
Pada 8 Juli 1988, kapal perang USS Vincennes milik AS menembak jatuh pesawat sipil Iran Air 655 yang sedang menuju Dubai, menewaskan seluruh 290 penumpang.
AS menyebutnya sebagai "kecelakaan tragis", sementara Iran menuduh AS melakukannya dengan sengaja. Pada 1996, AS setuju membayar kompensasi sebesar USD 131,8 juta.
Kemenangan reformis Mohammad Khatami sebagai Presiden Iran memunculkan harapan baru.
Presiden Bill Clinton mengirim pesan kepada Teheran lewat perantara Swiss. Khatami bahkan memberikan wawancara ke CNN, menyerukan pertukaran budaya.
Namun, Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei menolak keterbukaan itu.
Hubungan kembali menegang setelah Presiden George W. Bush menyebut Iran bagian dari "Poros Kejahatan" pada 2002.
2002 - Program Nuklir Iran Picu Kekhawatiran Global
Kelompok oposisi Iran mengungkap dua fasilitas nuklir rahasia Iran pada 2002. Salah satunya adalah Natanz, tempat pengayaan uranium.
Pengungkapan ini dinilai melanggar Perjanjian Nonproliferasi Nuklir (NPT). AS dan Israel kemudian meluncurkan serangan siber "Stuxnet" yang sempat memperlambat program nuklir Iran.
Pada Mei 2003, Iran diam-diam mengirim surat kepada pemerintahan Bush melalui Kedutaan Swiss, menawarkan dialog soal nuklir, terorisme, Palestina, dan stabilitas Irak.
Namun, di Washington mengabaikan tawaran tersebut. Ketika Mahmoud Ahmadinejad terpilih sebagai presiden pada 2005, peluang rekonsiliasi pun hilang.
2015 - Kesepakatan nuklir ditandatangani
Setelah dua tahun perundingan rahasia, AS dan Iran mencapai kesepakatan nuklir (JCPOA) pada 2015 bersama China, Rusia, Prancis, Inggris, dan Jerman.
Iran setuju membatasi pengayaan uranium dan membuka diri untuk inspeksi internasional dengan imbalan pelonggaran sanksi.
Namun, pada 2018, Presiden Donald Trump menarik AS dari kesepakatan tersebut dan menjatuhkan kembali sanksi penuh.
Pada 3 Januari 2020, AS membunuh Jenderal Qassem Soleimani lewat serangan drone di Baghdad.
AS menuduhnya merencanakan serangan terhadap aset AS, namun bukti tak pernah diungkapkan secara jelas. Iran membalas dengan meluncurkan rudal ke dua pangkalan militer AS di Irak.
Serangan besar-besaran Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023 memicu respons militer besar dari Israel dan melemahkan posisi sekutu Iran di kawasan, termasuk Hizbullah.
Iran dituding mendukung Hamas secara tidak langsung.
Setelah terpilih kembali sebagai Presiden AS, Trump menunjuk sahabatnya sekaligus pengusaha real estate, Steve Witkoff, sebagai utusan khusus Timur Tengah.
Negosiasi nuklir dimulai pada April, namun belum menghasilkan kesepakatan.
Putaran baru perundingan dijadwalkan berlangsung pada akhir Juni, namun pada 13 Juni, Israel melancarkan serangan udara ke wilayah Iran.
Langkah ini membuat Gedung Putih mengkaji ulang pendekatannya.
Akhirnya, pada 22 Juni, AS memutuskan menyerang tiga fasilitas nuklir utama Iran.
Pentagon menyatakan bahwa operasi tersebut menimbulkan "kerusakan berat".
Teheran langsung mengeluarkan pernyataan keras bahwa mereka akan membalas serangan ini dengan tindakan yang "setimpal dan strategis".
(zdm/bac)