Banyak korban pria diketahui identitasnya setelah dikenali oleh teman atau anggota keluarga mereka.
Salah satu pria bahkan dikenali oleh ibunya sendiri yang menyebut bahwa anaknya adalah guru bahasa Inggris di taman kanak-kanak.
Seorang perempuan lainnya mengaku menemukan wajah tunangannya dalam koleksi foto yang tersebar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kejadian ini memicu kekhawatiran publik, terutama terkait risiko penyakit menular seksual.
"Saya penasaran, berapa banyak perempuan yang jadi korban tidak langsung dari para pria ini," tulis salah satu pengguna media sosial.
"Menakutkan karena kita tidak tahu siapa saja di sekitar kita yang pernah jadi tamu Paman Merah," tulis lainnya.
Beberapa warganet menyindir bahwa "yang gratis itu justru paling mahal," mengacu pada konsekuensi yang harus ditanggung para pria dan keluarga mereka.
Sosok Jiao juga memicu perdebatan tentang representasi gender di dunia maya.
Sebelumnya ia menggunakan nama samaran "Kakak Merah," namun kemudian diganti menjadi "Paman Merah" setelah banyak pihak menilai nama tersebut menyudutkan perempuan.
Pada 8 Juli, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Kota Nanjing mengatakan kepada media China, Jimu News, bahwa pihaknya telah turun tangan dan siap memberikan pemeriksaan kesehatan kepada siapa pun yang merasa pernah menjadi kontak erat.
Namun mereka menolak mengungkap apakah Jiao menderita dari penyakit menular, dengan alasan melindungi privasinya.
Lihat Juga : |
Seorang pengacara kepada China Newsweek menjelaskan bahwa seseorang yang melakukan hubungan intim tanpa pengaman dengan banyak orang meski mengetahui dirinya menderita dari penyakit menular dapat dikenai hukuman penjara 3 hingga 10 tahun.
Selain itu, berdasarkan hukum pidana China, menyebarkan konten kotor dapat dikenakan hukuman hingga dua tahun penjara.
Jiao juga bisa menghadapi tuntutan atas pelanggaran privasi dan hak potret orang lain.
(zdm/bac)