Jepang membentuk badan administratif khusus yang bertujuan untuk meredakan kekhawatiran penduduknya atas lonjakan pesat jumlah warga negara asing dalam beberapa tahun terakhir.
Dilansir Reuters, Selasa (15/7), terbentuknya badan baru itu seiring munculnya kebijakan yang berkaitan dengan penduduk non-Jepang sebagai isu utama dalam pemilihan umum nasional yang akan digelar pada Minggu mendatang.
Badan tersebut akan berfungsi sebagai "menara kendali" lintas lembaga untuk menanggapi isu-isu seperti kejahatan dan pariwisata berlebihan yang melibatkan warga negara asing, kata pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jepang telah lama berupaya mempertahankan homogenitas populasi melalui undang-undang imigrasi yang ketat, tetapi secara bertahap melonggarkannya untuk melengkapi angkatan kerjanya yang menyusut dan menua.
Tahun lalu, jumlah warga negara asing di Jepang mencetak rekor sekitar 3,8 juta orang, meskipun jumlah tersebut hanya 3 persen dari total populasi.
Pembentukan badan administratif ini dilakukan setelah sekelompok anggota parlemen dari Partai Demokrat Liberal pimpinan Perdana Menteri Shigeru Ishiba pada Juni lalu mengusulkan langkah-langkah untuk mewujudkan "masyarakat yang hidup berdampingan secara tertib dan harmonis dengan warga negara asing".
Langkah-langkah tersebut mencakup penerapan persyaratan yang lebih ketat bagi warga negara asing yang ingin memiliki SIM Jepang dan membeli properti real estat.
"Kejahatan dan perilaku tidak tertib oleh beberapa warga negara asing, serta penyalahgunaan berbagai sistem administrasi, telah menciptakan situasi yang membuat masyarakat merasa tidak nyaman dan tertipu," ujar Ishiba pada upacara pembukaan.
Kekhawatiran atas masuknya warga negara asing, baik sementara maupun permanen menggema di kalangan pemilih, dengan jajak pendapat menunjukkan lonjakan pesat popularitas partai populis kecil Sanseito, yang mengadvokasi agenda "Japanese First".
Jajak pendapat publik menunjukkan LDP dan mitra koalisi juniornya, Komeito, terancam kehilangan mayoritas dalam pemilihan majelis tinggi pada 20 Juli.
Beberapa waktu lalu, beredar video YouTuber warga Indonesia di Jepang yang menyebut pejabat di sana menyampaikan kekhawatiran soal perilaku WNI. Anggota organisasi bela diri Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) kerap melakukan tindakan serius di Negeri Sakura.
Mereka pernah membentangkan spanduk, berkumpul di stasiun dengan membawa atribut. Beberapa WNI di Jepang juga pernah melakukan pencurian, pembegalan, hingga perampokan.
Apabila kejadian itu berulang, Indonesia berpotensi masuk daftar hitam yang berarti Jepang bisa menolak para WNI. Sejumlah pihak mengartikan pernyataan ini sebagai tanda Tokyo mau larang warga Indonesia.
Per Desember 2024, jumlah WNI di Jepang mencapai 199.824 orang. Angka ini meningkat lebih dari 15 persen dalam enam bulan terakhir.
Mayoritas WNI di Jepang merupakan pekerja di berbagai sektor, disertai sekitar 7.000 pelajar dan mahasiswa yang menempuh pendidikan di berbagai institusi di seluruh wilayah Jepang.
(sfr)