Korea Utara dilaporkan menahan empat pemuda gegara berbicara dengan logat Korea Selatan.
Aparat berwenang Korut dilaporkan menangkap empat pemuda berusia dua puluhan di Kota Chongjin setelah memergoki mereka berbicara layaknya warga Korsel, tetangga sekaligus musuh bebuyutan Korut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penangkapan dilakukan berkat aduan dari seorang warga yang melaporkan para pemuda tersebut karena menirukan dialog dari film dan drama Korsel.
Mengutip seorang sumber dari Korut, Daily NK melaporkan keempat pemuda itu kini sedang diperiksa di kantor Kementerian Keamanan Negara cabang Chongjin. Mereka kemungkinan akan dijatuhi hukuman kerja paksa selama enam bulan hingga satu tahun.
"Anak-anak muda sekarang memang berhati-hati untuk tidak menggunakan logat Korea Selatan saat kegiatan resmi karena mereka tahu soal razia, tapi saat sedang bersama teman, mereka menggunakannya tanpa ragu, menirukan dialog dari film dan drama Korea Selatan," kata sumber tersebut seperti dikutip Daily NK pada Kamis (24/7).
"Mereka menirunya dengan sangat alami, mungkin karena memang tumbuh besar dengan konten-konten itu," paparnya menambahkan.
Menurut sumber tersebut pihak berwenang Korut terus berupaya keras menghentikan penyebaran budaya K-Pop dari Korsel atau biasa disebut hallyu.
Lihat Juga :![]() KILAS INTERNASIONAL Ledakan Misterius di Iran sampai Status Kewarganegaraan Satria Kumbara |
Pemimpin Tertinggi Kim Jong Un sampai mengesahkan undang-undang pada 2021 terkait pengentasan propaganda budaya asing, terutama dari tetangganya di selatan itu.
Pasal 41 dalam Undang-Undang Jaminan Pendidikan Pemuda Korea Utara yang disahkan pada 2021 juga melarang anak muda berbicara atau menulis "dengan pola bicara aneh yang bukan milik kita". Larangan ini tertuju utamanya bagi bahasa dan dialek Korsel.
Meskipun secara hukum Korut melarang penggunaan bahasa "non-sosialis," pola bicara ala Korsel tetap menyebar diam-diam di kalangan generasi muda.
Para anak muda Korut juga tetap menggunakan ungkapan serta pola bicara ala Korsel terlepas dari larangan dan ancaman hukuman yang mereka terima jika ketahuan.
"Saat berkumpul bersama teman, anak-anak muda bebas gunakan ungkapan seperti jagiya (sayang), oppa (panggilan kakak laki-laki oleh perempuan), daebak (keren banget), dan jjokpallinda (malu banget)," ucap sumber tersebut.
"Wilayah utara seperti Provinsi Hamgyong dan Ryanggang memiliki logat yang kental, jadi banyak warga Korut mengidolakan logat Pyongyang. Tapi logat Korsel terdengar jauh lebih lembut dan ramah dibandingkan logat Pyongyang, jadi banyak orang yang sesekali ingin menirunya," kata sumber tersebut menambahkan.
Dengan kondisi seperti ini, menghapus sepenuhnya pola bicara ala Korea Selatan yang sudah umum digunakan anak muda tampaknya mustahil. Para orang tua yang mengamati cara bicara anak-anak mereka pun tak bisa menyembunyikan rasa cemas.
"Anak-anak muda sekarang terlalu sembrono. Sekalipun suasananya tampak akrab, kita tak pernah tahu siapa yang akan melaporkan ke Kementerian Keamanan Negara-seperti pepatah bilang, tembok pun punya telinga," ujar seorang warga Chongjin berusia empat puluhan.
"Sebagai orang tua dari anak usia dua puluhan, saya hidup dalam ketakutan," kata warga Hoeryong berusia lima puluhan.
"Melihat anak-anak seumuran anak saya ditarik ke kantor Keamanan Negara hanya karena berbicara seperti orang Korea Selatan benar-benar membuat saya ngeri."
(rds)