Perdana Menteri sementara Thailand Phumtham Wechayachai akan menggelar rapat darurat dengan Dewan Keamanan Nasional (NSC) menyusul perang yang membara antara negara tersebut dengan Kamboja pada hari ini, Kamis (24/7).
Media lokal Thailand melaporkan NSC mengadakan rapat siang ini. Wakil Menteri Pertahanan Nattapol Nakphanit mengatakan situasi saat ini telah mencapai titik di mana tak ada lagi diskusi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pagi ini, pukul 08.20, pihak Thailand memasang kawat berduri di sepanjang perbatasan, tetapi pihak Kamboja membalas," kata Nattapol.
Dia lalu berujar, "Tentara Thailand sudah cukup menderita. Mulai sekarang, kami tak akan menoleransi lagi karena tindakan Kamboja tak bisa diterima."
Di sore hari waktu setempat, Panglima Angkatan Darat dan Panglima Tertinggi akan ikut rapat bersama Dewan Keamanan Nasional.
Namun, sejauh ini belum ada pengumuman apapun seperti keadaan darurat nasional atau yang lain. Militer Thailand juga masih bisa beroperasi berdasarkan kerangka hukum, sesuai pasal 29 Undang-Undang Organisasi Kementerian Pertahanan.
Perang militer Thailand dan Kamboja pecah pada pagi di Provinsi Surin dan di Oddar Meanchey.
Tentara Thailand menuduh pasukan Kamboja mengerahkan drone pengintai ke pasukan mereka di perbatasan. Militer Kamboja juga melakukan serangan terarah ke warga sipil menggunakan roket BM21. Roket itu menghantam area penduduk di distrik Kap Choeng, Surin.
Thailand lalu merespons dengan mengerahkan jet tempur F-16 dan menyerang pangkalan militer Kamboja.
Kamboja mengeklaim Thailand lah yang memulai serangan. Perdana Menteri Hun Manet sampai-sampai curhat dalam surat yang dikirim ke Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa bahwa mereka tak punya pilihan selain mengerahkan Angkatan Bersenjata untuk membela diri.
Hingga saat ini, militer Thailand dan Kamboja masih saling bertempur. Imbasnya, 11 orang dilaporkan tewas dan sejumlah orang mengalami luka-luka.
Perang yang terjadi antara kedua negara itu berlangsung saat hubungan Thailand dan Kamboja memburuk terutama usai percakapan telepon eks PM Paethongtarn Shinawatra dan Hun Sen bocor.