Puluhan ribu orang turun ke jalan dan melintasi Jembatan Harbour Sydney, New South Wales, Australia pada Minggu (3/8) dalam aksi solidaritas untuk Palestina.
Meski diguyur hujan deras, massa tetap berjalan sambil menyerukan perdamaian dan mendesak pengiriman bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza, yang dilanda krisis berkepanjangan.
Aksi yang bertajuk March for Humanity ini berlangsung hampir dua tahun sejak konflik Gaza meletus, yang menurut otoritas Palestina telah menewaskan lebih dari 60 ribu orang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerintah dan organisasi kemanusiaan internasional juga memperingatkan kekurangan pangan telah menyebabkan kelaparan meluas di wilayah tersebut.
Sejumlah peserta membawa panci dan wajan sebagai simbol kelaparan.
"Cukup sudah," kata Doug, seorang pria berusia 60-an yang turut dalam aksi, melansir Reuters. "Saat orang-orang dari seluruh dunia bersatu dan bersuara, maka kejahatan bisa dikalahkan."
Peserta aksi datang dari berbagai kalangan, mulai dari lansia hingga keluarga dengan anak kecil.
Pendiri WikiLeaks, Julian Assange, turut hadir dalam kerumunan. Banyak peserta membawa payung, beberapa mengibarkan bendera Palestina dan meneriakkan slogan "Kami semua Palestina".
Sebelum aksi berlangsung, polisi dan Pemerintah Negara Bagian New South Wales sempat mencoba melarang penggunaan Jembatan Harbour sebagai lokasi unjuk rasa dengan alasan keamanan dan gangguan lalu lintas.
Namun, Mahkamah Agung negara bagian memutuskan bahwa aksi tetap boleh digelar di lokasi tersebut.
Pihak kepolisian menyatakan telah mengerahkan ratusan personel dan mengimbau agar aksi berjalan secara damai. Polisi juga hadir di Melbourne, tempat aksi serupa digelar pada hari yang sama.
Dalam beberapa pekan terakhir, tekanan diplomatik terhadap Israel semakin meningkat. Prancis dan Kanada menyatakan akan mengakui negara Palestina, sementara Inggris mengatakan akan melakukan hal yang sama kecuali Israel segera menangani krisis kemanusiaan dan menyepakati gencatan senjata.
Israel mengkritik keputusan tersebut sebagai bentuk dukungan terhadap Hamas, kelompok yang menguasai Gaza dan memulai konflik dengan serangan pada Oktober 2023. Israel membantah sengaja membuat warga kelaparan dan menuding Hamas mencuri bantuan.
Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mendukung solusi dua negara. Ia juga menyatakan penolakan bantuan dan jatuhnya korban sipil di Gaza "tidak bisa dibenarkan maupun diabaikan". Namun, hingga kini, Australia belum secara resmi mengakui negara Palestina.
Therese Curtis, seorang peserta aksi berusia 80-an, mengatakan ia merasa memiliki hak atas layanan kesehatan yang layak di Australia.
"Tapi orang-orang di Palestina rumah sakitnya dibom, mereka tidak mendapatkan perawatan dasar. Saya turun ke jalan khusus untuk itu," ujarnya.
(del/sfr)