Di media sosial China, generasi muda yang tumbuh di bawah bayang-bayang kebijakan satu anak banyak mengungkapkan luka lama.
Mereka membagikan foto kuitansi denda orang tua mereka, atau bercerita tentang bagaimana mereka disembunyikan agar tidak diketahui aparat keluarga berencana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satunya Gao, warga Provinsi Guizhou, anak keempat dari lima bersaudara yang sejak bayi harus tinggal diam-diam di rumah nenek. Kini tinggal di Jiangsu, Gao tidak ingin menikah atau punya anak.
"Saya tidak ingin anak saya tumbuh seperti saya, tanpa peluang naik kelas sosial dan tetap hidup susah," ujarnya.
Masalah lain yang belum tersentuh oleh kebijakan subsidi adalah beban gender.
Di banyak keluarga, perempuan tetap menjadi pihak yang paling terdampak saat memutuskan untuk memiliki anak.
Zhao, perempuan muda yang menyaksikan ibunya bekerja penuh waktu sambil mengurus pendidikan anak-anak, menilai sistem saat ini belum adil.
"Perempuan muda sekarang ingin punya karier dan kesetaraan. Tapi kalau tidak ada cuti ayah, perlindungan kerja, dan fleksibilitas, jadi orang tua akan tetap terasa seperti perangkap," kata Zang.
Sementara Partai Komunis China terus mendorong perempuan kembali ke peran domestik sebagai "istri yang berbudi luhur dan ibu yang baik," banyak generasi muda justru menjauh dari gagasan membentuk keluarga.
(zdm/bac)