Selain faktor AS, Rezasyah menyebut Israel memanfaatkan ketidakteguhan negara-negara Eropa.
"Negara-negara Eropa tidak padu dalam kebijakan mereka, dan di dalam negeri masing-masing terdapat lobi Kristen-Zionis yang amat kuat," Rezasyah menjelaskan pandangannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia juga menyoroti besarnya kekuatan lobi Yahudi secara global, baik di bidang ekonomi, keuangan, jaringan informasi, maupun tekanan politik, yang mampu menetralkan kebijakan Uni Eropa di masa depan.
Rezasyah menilai lemahnya sikap tegas Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Liga Arab turut memperkuat posisi Israel. "Mereka lebih takut atas Iran daripada Israel," katanya.
Menurutnya, Israel dan AS telah menjalin banyak perjanjian bilateral dengan masing-masing negara anggota OKI dan Liga Arab, sehingga mengurangi kemungkinan blok ini bersatu menghadapi Israel.
Meski demikian, Yon Machmudi menekankan bahwa tragedi kemanusiaan di Gaza telah membuat sejumlah sekutu lama Israel mengubah sikap.
Negara-negara seperti Prancis, Inggris, dan Australia disebut mulai mendukung Palestina setelah menyaksikan tindakan yang "diluar batas kemanusiaan", termasuk strategi kelaparan massal terhadap warga Palestina.
Namun, di balik perubahan sikap sebagian sekutu Barat itu, kekuatan politik dan ekonomi yang meneruskan Israel membuat negeri itu tetap kekeh terhadap pendiriannya, bahkan saat dunia menuduhnya melanggar hukum internasional dan menolak solusi dua negara.
(zdm/bac)