Kementerian Luar Negeri Indonesia (Kemlu RI) buka suara usai warga Nusa Tenggara Timur (NTT) tertembak aparat Timor Leste saat bentrok soal patok atau perbatasan.
Juru bicara Kemlu Vahd Nabyl Mulachela mengatakan Duta Besar RI untuk Timor Leste Okto Dorinus Manik telah mengunjungi lokasi terkait insiden itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terkait pertanyaan [itu] dapat kami sampaikan bahwa saat ini kita telah membawa korban penembakan ke Rumah Sakit untuk ditangani," kata Nabyl kepada CNNIndonesia.com, Selasa (26/8).
Dia lalu berujar, "Dubes RI di Dili sudah mengunjungi lokasi, dan lakukan koordinasi dengan pihak-pihak di lapangan tentang peristiwa tersebut."
Lebih lanjut, Nabyl menerangkan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Dili juga sudah langsung meminta klarifikasi ke Kementerian Luar Negeri Timor Leste terkait masalah tersebut.
Sebelumnya, warga Desa Inbate Kecamatan Bikomi Nilulat, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) tertembak saat bentrok dengan aparat Timor Leste ketika mempertahankan batas negara yang diduga digeser pihak Timor Leste.
Insiden itu terjadi pada Senin (25/8) sekitar pukul 09.00 di Tapal 33, Dusun Nino, Desa Inbate. Sebanyak 24 warga Dusun Nino terlibat bentrok dengan tujuh personnel Unidade de Patrulhamento Da Fronteira (UPF) yang dilengkapi senjata larang panjang.
Menurut Kapolres TTU, AKBP. Eliana Papote, dari hasil pemeriksaan terhadap warga yang terlibat bentrok, penyebab penembakan lantaran tindakan aparat Timor Leste yang akan membangun pilar (patok) batas negara yang diduga masuk ke dalam wilayah Indonesia.
"Penyebabnya: adanya tindakan dari aparat Timor Leste yang ingin membangun pilar batas negara yang diduga masuk dalam wilayah RI," ujar Eliana.
Eliana juga mengatakan, menurut pemeriksaan saksi, aparat Timor Leste lalu melakukan penembakan langsung mengarah ke warga Indonesia. Tindakan ini memicu reaksi hingga terjadi bentrok.
Sementara itu, Kabid Humas Polda NTT Kombes Pol. Henry Novika Chandra bentrok itu terjadi karena perbedaan persepsi terkait batas wilayah sesuai Provisional Agreement on the Land Boundary tahun 2005.
"Kami telah mengimbau agar sementara waktu tidak beraktivitas di lokasi tersebut demi keselamatan bersama," kata Henry.
(isa/rds)