Warga negara Indonesia (WNI) yang sedang menempuh pendidikan di Belanda, Muhammad Athaya Helmy Nasution, meninggal dunia saat menemani pejabat Indonesia berkunjung ke Wina, Austria pada akhir Agustus lalu.
Dalam unggahan di Instagram Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Belanda @ppibelanda menyampaikan duka sekaligus kronologi singkat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas wafatnya salah satu anggota kami, Muhammad Athaya Helmi Nasution, yang merupakan anggota PPI Groningen dalam rangka mendampingi sebuah kunjungan tertutup yang melibatkan pejabat publik (DPR, OJK dan Bank Indonesia) pada 25-27 Agustus 2025 di Wina Austria," demikian pernyataan PPI Belanda di media sosial yang dirilis pada hari ini, Senin (8/9).
PPI Belanda menjelaskan Athaya, yang saat ini ini berusia 18 tahun dan baru akan menginjak 19 tahun pada Oktober mendatang, meninggal dunia di tengah pengabdian dia sebagai pelajar.
Mereka juga menyinggung hasil autopsi forensik jenazah Athaya.
"Almarhum suspected seizure, kemungkinan besar mengalami heatstroke (sengatan panas) berkaitan dengan kurangnya cairan dan asupan nutrisi serta kelelahan yang mengakibatkan electrolyte imbalances (ketidakseimbangan elektrolit) dan hypoglycemia (kadar gula darah turun di bawah kadar normal) hingga berujung pada stroke, setelah dari pagi hingga malam hari beraktivitas sebagai pemandu," lanjut PPI Belanda.
Kendati begitu, saat WNI tersebut meninggal pada 27 Agustus tak ada permintaan maaf, pertanggungjawaban, maupun transparansi dari pihak event organizer (EO) atau koordinator liaison officer (LO) kepada keluarga Athaya.
Dalam rilis itu, PPI Belanda menyebut alih-alih pihak EO dan LO mengunjungi tempat penginapan Athaya, mereka justru mempersiapkan acara makan-makan bersama pejabat publik di restoran.
Selain itu, tidak ada upaya dari pihak EO, koordinator LO, maupun pejabat publik yang hadir untuk menemai keluarga. Pihak keluarga juga menyampaikan ada indikasi penutupan keterangan kegiatan apa dan siapa yang dipandu Athaya di Wina dari pihak EO.
Dalam pernyataan resmi, PPI Belanda lantas menuntut akuntabilitas, transparansi, dan pertanggungjawaban dari pihak EO. Koordinator Liaison Officer, kata mereka, harus segera merespons peristiwa meninggalnya Athaya.
Mereka juga menuntut akuntabilitas Kedutaan Besar RI Den Haag serta KBRI di berbagai negara lain untuk menghentikan pelibatan pelajar dalam kunjungan atau perjalanan pejabat publik di luar negeri tanpa koordinasi resmi dengan PPI.
"Sebagai perwakilan negara sudah seharusnya memberikan perlindungan dan keamanan untuk setiap WNI, termasuk pelajar Indonesia di Belanda," demikian menurut PPI Belanda.
Mereka juga mendorong peran PPI Dunia untuk segera mempercepat pembahasan Undang-Undang Perlindungan Pelajar serta membawa diskusi rancangan undang undang Perlindungan Pelajar kepada pemangku kebijakan.
Sementara itu, pihak Kedutaan Besar republik Indonesia (KBRI) belum mau memberikan keterangan terkait kematian Athaya hingga berita ini dipublikasi.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (PWNI) Judha Nugraha mengatakan kepada CNN Indonesia bahwa pihaknya tengah mendalami kasus kematian Athaya.
CNN Indonesia juga sudah menghubungi pengurus PPI di Belanda untuk mengonfirmasi informasi yang mereka sampaikan, namun PPI mengatakan masih melakukan diskusi internal terkait rilis tersebut.
(isa/bac)