Dua orang bersenjata Palestina melepaskan tembakan di sebuah halte bus di Yerusalem timur pada Senin (8/9) hingga menewaskan enam orang dan melukai beberapa lainnya. Insiden ini merupakan serangan anti-Israel paling mematikan sejak pecahnya perang Gaza.
"Teroris Palestina membunuh enam warga Israel," kata Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar, diberitakan AFP.
Saar menambahkan salah satu korban tewas adalah imigran baru dari Spanyol. Kementerian Luar Negeri Spanyol telah mengutuk serangan itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, layanan darurat Israel Magen David Adom (MDA) melaporkan 15 orang terluka, tujuh orang di antaranya dalam kondisi serius, dalam serangan dini hari di Persimpangan Ramot di Yerusalem timur yang dianeksasi Israel. Kepolisian mengatakan dua pria bersenjata tewas.
Empat korban tewas adalah pria ultra-Ortodoks Israel, menurut media lokal.
Di lokasi serangan, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan, "Biarkan ini menjadi jelas: pembunuhan ini memperkuat tekad kita untuk memerangi terorisme."
"Kami sekarang sedang mengejar dan mengepung desa-desa asal para pembunuh. Kami akan menangkap siapa pun yang membantu dan mengirim mereka, dan kami akan mengambil langkah yang lebih tegas," ucap dia.
Tentara Israel mengatakan pasukannya "mengepung beberapa wilayah di pinggiran Ramallah" di Tepi Barat yang diduduki Israel sebagai tanggapan atas serangan tersebut.
Presiden Prancis Emmanuel Macron "mengutuk keras serangan teroris tersebut", demikian pula Uni Emirat Arab, sementara Menteri Luar Negeri Jerman Johann Wadephul menyebutnya "pengecut".
Kelompok militan Palestina Hamas, yang telah berperang dengan Israel di Jalur Gaza selama hampir dua tahun, memuji serangan tersebut, dengan mengatakan bahwa serangan itu dilakukan oleh dua militan Palestina.
"Kami menegaskan bahwa operasi ini merupakan respons alami terhadap kejahatan pendudukan dan genosida yang dilancarkannya terhadap rakyat kami," kata Hamas dalam sebuah pernyataan.
Menteri Keuangan sayap kanan Israel, Bezalel Smotrich, menyalahkan serangan itu kepada Otoritas Palestina, yang menurutnya "membesarkan dan mendidik anak-anaknya untuk membunuh orang Yahudi".
"Otoritas Palestina (PA) harus dihapuskan dari peta, dan desa-desa asal para penyerang harus diturunkan statusnya menjadi Rafah dan Beit Hanoun," tulisnya di X, merujuk pada kota-kota di Gaza yang telah dihancurkan oleh serangan udara Israel.
PA adalah otoritas sipil yang berkuasa di wilayah Tepi Barat, tempat sekitar tiga juta warga Palestina tinggal, serta sekitar setengah juta warga Israel yang menduduki permukiman yang dianggap ilegal menurut hukum internasional.
Paramedis Israel, Fadi Dekaidek, yang berada di lokasi kejadian, menyebut serangan itu "parah".
"Korban luka tergeletak di jalan dan trotoar dekat halte bus, beberapa di antaranya tidak sadarkan diri," katanya dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh MDA.
Polisi mengatakan para penyerang melepaskan tembakan ke arah halte bus setelah tiba dengan sebuah kendaraan.
"Seorang petugas keamanan dan seorang warga sipil di lokasi kejadian segera merespons, membalas tembakan, dan menetralisir para penyerang," kata mereka dalam sebuah pernyataan.
Penembakan itu merupakan salah satu insiden paling mematikan sejak perang di Gaza dimulai setelah serangan Hamas terhadap Israel pada Oktober 2023.
(fea)