Trump Tangkap 475 Pekerja Hyundai di AS, Korsel Merasa Dikhianati

CNN Indonesia
Selasa, 09 Sep 2025 15:53 WIB
Warga Korsel demo di depan Kedubes AS di Seoul protes razia imigran di pabrik Hyundai AS. Foto: REUTERS/Kim Hong-Ji
Jakarta, CNN Indonesia --

Razia imigrasi besar-besaran yang dilakukan pemerintah Amerika Serikat di pabrik Hyundai-LG di negara bagian Georgia pada akhir pekan lalu, membuat Korea Selatan merasa "dikhianati".

Razia yang berujung pada penangkapan sekitar 475 orang, termasuk lebih dari 300 warga negara Korsel itu, membuat banyak anggota parlemen hingga investor negeri Ginseng merasa terguncang.

Otoritas AS menyebut insiden itu sebagai penggerebekan terbesar di satu lokasi yang pernah dilakukan di bawah tindakan ketat anti-imigrasi Presiden Donald Trump.

Dilansir dari AFP, dalam rekaman yang dirilis oleh otoritas AS menunjukkan ratusan pekerja Korsel yang ditahan dengan borgol dan rantai di pergelangan kaki, dibawa menggunakan bus pengangkut narapidana.

Razia itu mengejutkan para pejabat pemerintah Seoul, bahkan menjadi berita utama di halaman depan media Korsel. Padahal beberapa waktu terakhir, Korsel menjanjikan investasi ratusan miliar dolar ke AS dalam upaya untuk menghindari tarif impor Trump.

"Meluncurkan tindakan keras besar-besaran sambil mendesak 'investasi', apakah ini cara Anda memperlakukan sekutu? Insiden ini membuat rakyat Korea merasa dikhianati," tulis salah satu judul berita di surat kabar Hankyoreh.

Dampak investasi Korsel ke AS

Lokasi penggerebekan yang dilakukan otoritas AS merupakan usaha patungan antara dua perusahaan Korsel, Hyundai dan LG Energy Solution, untuk membangun fasilitas manufaktur sel baterai di Georgia.

Perusahaan mengatakan pabrik yang dijadwalkan dibuka pada 2026 itu akan membuka ribuan lapangan pekerjaan dan memproduksi baterai untuk 300 ribu kendaraan listrik per tahun.

Profesor ekonomi dari Universitas Daegu, Kim Yang Hee, mengatakan dampak razia imigran tersebut dapat menyebabkan penundaan jadwal yang signifikan dan peningkatan biaya bagi proyek investasi Korsel di AS.

"Hal ini juga tidak menguntungkan bagi AS, karena menunjukkan bahwa investasi asing dan implementasinya akan tertunda secara substansial," ungkap Kim.

Sementara itu LG Energy Solution menolak memberi rincian visa apa yang digunakan ratusan stafnya saat dirazia oleh otoritas AS. Para ahli menduga, mayoritas pekerja Korsel yang ditahan kemungkinan menggunakan visa bukan untuk pekerjaan konstruksi langsung.

"Hampir pasti mereka ada di sana dengan visa ESTA atau B-1, yang hanya untuk pertemuan bisnis, bukan kegiatan konstruksi," kata pengacara berlisensi AS Yum Seung Yul kepada AFP.

Menurut Yum, untuk pekerja konstruksi di AS membutuhkan visa H-1B. Namun sejak Trump jadi presiden, persetujuan terhadap visa ini cenderung melambat.

Hal ini membuat banyak firma memilih ESTA atau visa B-1 sebagai "solusi sementara".

Para ahli menilai insiden penggerebekan ini dapat menimbulkan "efek mengerikan" dan mengganggu rencana investasi perusahaan Korsel di AS. Mereka mengatakan, hal itu bahkan dapat menggagalkan beberapa proyek secara keseluruhan.

(dna/bac)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK