Jakarta, CNN Indonesia --
Presiden Prabowo Subianto menyinggung doktrin Thucydides saat berpidato dalam sesi debat umum Sidang Ke-80 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Markas PBB, New York, Selasa (23/9) waktu setempat.
Menurut Prabowo, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dibentuk, karena salah satunya untuk menolak doktrin semacam itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Thucydides memperingatkan: Yang kuat dapat berbuat semau mereka, sementara yang lemah harus menderita", kita harus menolak doktrin ini. PBB ada untuk menolak doktrin ini. Kita harus membela semua, yang kuat dan yang lemah. Benar disebut benar, bukan karena dapat disebut demikian, tetapi memang demikian adanya," kata Prabowo saat pidato dengan gaya 'menggelegar'.
Siapa Thucydides?
Situs dari fakultas Hubungan Internasional Universitas Bina Nusantara (Binus) menjelaskan, Thucydides lahir 460 SM dan meninggal dunia 395 SM).
Ia adalah seorang sejarawan Yunani dan penulis dari Alimos, sebuah daerah di wilayah Yunani. Sebagai sejarawan, dia menulis sejumlah buku yang hingga kini jadi rujukan.
Salah satunya, Sejarah Perang Peloponnesia (The History of Peloponnesian War) menceritakan perang abad 5 sebelum masehi antara Sparta dan Athena.
Melalui bukunya tersebut, Thucydides telah dijuluki bapak "sejarah ilmiah", karena standar yang ketat tentang bukti pengumpulan dan analisis dalam hal sebab dan akibat tanpa mengacu pada intervensi oleh para dewa, seperti buku-buku sejarah lainnya dari era yang sama.
Ia juga disebut sebagai ayah dari sekolah realisme politik, yang memandang hubungan antara bangsa lebih berlandaskan kepada kekuatan daripada kebenaran.
Bukunya The History of Peloponnesian War hingga kini menjadi buku teks di perguruan tinggi militer. Bukunya yang lain berjudul the Melian Dialogue menjadi buku rujukan dalam teori hubungan internasional terutama realisme.
Bersambung ke halaman berikutnya...
Thucydides memberikan empat kategori mengenai realisme.
Pertama, sifat manusia adalah titik awal untuk realisme dalam hubungan internasional. Realis melihat manusia sebagai dasarnya egois dan mementingkan diri sendiri sejauh kepentingan pribadi mengatasi prinsip-prinsip moral.
Kedua, kaum realis secara umum percaya bahwa tidak ada pemerintah dan kondisi hubungan internasional selalu dalam kondisi anarkis.
Ketiga, karena hubungan internasional selalu dalam kondisi anarkis, untuk mencapai keamanan, negara berusaha meningkatkan kekuasaan mereka dan terlibat dalam perimbangan kekuasaan untuk tujuan menghalangi agresor potensial. Perang ini dilancarkan untuk mencegah negara peserta dari menjadi lebih kuat secara militer
Keempat, realis umumnya skeptis tentang relevansi moralitas dalam politik internasional. Hal ini menyebabkan mereka mengeklaim bahwa tidak ada tempat bagi moralitas dalam hubungan internasional. Bila ada ketegangan antara tuntutan moralitas dan tuntuan aksi politik yang amoral, negara boleh bertindak sesuau dengan moralitas mereka sendiri yang berbeda dari moralitas yang secara umum dianut.
Sementara situs Bristol University menjelaskan, bagi para sejarawan, ia merupakan sumber penting bagi sejarah Yunani kuno. Thucydides juga dipandang sebagai model bagi penulisan sejarah secara umum, namun bagi para ahli teori politik, ia adalah seorang ahli teori politik perintis, dan pencetus pendekatan 'realis' untuk memahami kehidupan politik.
Meski sebagai sejarawan kuno, pengaruhnya sampai sekarang masih kuat. Bahkan, perang teluk pertama yang dimotori oleh George Bush mengambil doktrin ini seperti dikatakan oleh professor Morley yang mengajar di Bristol.
"Thucydides sejauh ini merupakan pengaruh klasik yang paling menonjol dan signifikan dalam perdebatan politik kontemporer, khususnya mengenai hubungan internasional dan demokrasi. Ia banyak dikutip, terutama di Amerika Serikat, sekitar Perang Teluk pertama dan setelah 9/11, dan, dengan ketegangan yang lebih baru di Timur Tengah, kembali mengemuka. Kita perlu memahami bagaimana dan mengapa ia tampak begitu berwibawa di dunia modern," kata Profesor Morley.