Presiden Prabowo Subianto memberikan pidato berapi-api sampai beberapa kali menghentakkan mimbar saat berbicara di depan para pemimpin negara di Sidang Umum PBB.
Sementara itu sebanyak 17 orang meninggal dunia imbas amukan Topan Ragasa yang menerjang Taiwan pada Rabu (24/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut Kilas Internasional hari ini, Kamis (25/9).
Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menepis pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengenai relevansi peran Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) saat ini.
Dalam general debate Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Selasa (23/9), Prabowo menyampaikan bahwa tanpa PBB, tak ada satu pun negara yang akan aman. Justru karena PBB, para pemimpin dunia saat ini bisa hadir dan berkumpul dalam satu ruangan untuk membahas berbagai permasalahan di dunia.
"Tanpa Perserikatan Bangsa-Bangsa, kita tidak akan aman. Tidak ada negara yang dapat merasa aman," ucap Prabowo.
"Kita membutuhkan PBB dan Indonesia akan terus mendukung PBB," tegasnya.
Pernyataan Prabowo ini dilontarkan usai Trump mempertanyakan peran PBB saat ini. Dalam kesempatan yang sama, Trump berujar PBB bak macan kertas, yang tak bisa menghentikan konflik selain melalui "kata-kata kosong" belaka.
Sebanyak 17 orang meninggal dunia buntut Topan Ragasa yang menerjang Kota Hualien, Taiwan, Rabu (24/9).
Badan Pemadam Kebakaran Nasional Taiwan melaporkan jumlah korban tewas imbas topan super ini bertambah jadi 17 orang per hari ini. Sementara itu, korban hilang yang sebelumnya mencapai 152 orang kini turun menjadi 17 orang.
Topan Ragasa menerjang sejumlah wilayah Filipina dan China dalam beberapa hari terakhir. Topan itu mengakibatkan banjir dan longsor di berbagai lokasi.
KJRI Hong Kong, KDEI Taipei, KBRI Manila, dan KJRI Guangzhou telah berkoordinasi dengan otoritas setempat serta komunitas WNI, khususnya di wilayah terdampak.
Presiden Prabowo Subianto menggaungkan kecamanannya terhadap praktik penjajahan yang masih dilakukan sejumlah negara di zaman modern ini.
Dalam pidatonya di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Selasa (23/9), Prabowo mengatakan Indonesia tahu betul hidup di dominasi koloni, opresi, dan perbudakan.
Menurutnya, di zaman ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi yang seharusnya lebih mudah mengentaskan kelaparan, kemiskinan, dan kerusakan lingkungan; sebagian wilayah masih dihadapkan oleh peperangan hingga ketidakpastian imbas "kebodohan manusia" yang disulut ketakutan, kebencian, dan rasisme.
"Negara saya mengerti rasa sakit ini. Selama berabad-abad, Indonesia hidup di Bawah dominasi koloni, opresi, dan perbudakan. Kami pernah diperlakukan lebih rendah dari anjing di Tanah Air kami sendiri," kata Prabowo di depan podium dengan nada berapi-api.
"Kami, bangsa Indonesia, tahu rasanya ditolak keadilan dan hidup dalam apartheid, hidup dalam kemiskinan, dan ditolak dari kesetaraan," paparnya menambahkan.
Dengan situasi yang tak menentu ini, menurutnya, seluruh negara di dunia justru harus bersatu melawan segala tantangan dan pelanggaran terhadap hukum internasional dengan menjunjung tinggi semangat multilateralisme dan internasionalisme.