Italia dan Spanyol kompak mengerahkan kapal perang untuk mengawal armada kapal Global Sumud Flotilla (GSF) yang membawa bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.
Berbicara kepada wartawan di New York saat menghadiri Sidang Majelis Umum PBB, Perdana Menteri Spanyol Perdro Sanchez mengatakan angkatan laut negaranya akan bergabung dengan Italia untuk mengawal armada GSF.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sanchez menegaskan hukum internasional harus dihormati dan relawan dari 45 negara yang berpartisipasi dalam armada misi bantuan tersebut berhak untuk berlayar di Mediterania tanpa cedera.
Armada GSF telah beberapa kali menjadi sasaran serangan pesawat tak berawak di perairan internasional dalam perjalanan untuk mengirimkan bantuan ke Gaza.
"Pemerintah Spanyol menuntut agar hukum internasional dipatuhi dan hak warga negaranya untuk bernavigasi di Mediterania dalam kondisi aman dihormati," kata Sanchez.
"Besok kami akan mengirimkan kapal angkatan laut dari Cartagena dengan semua sumber daya jika diperlukan, untuk membantu armada dan melakukan operasi penyelamatan," imbuhnya, dilansir Al Jazeera.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Italia Antonio Tajani juga turut berkomentar. Tajani menyatakan warga negara Italia bersama anggota parlemen dan anggota Parlemen Eropa, turut dalam armada tersebut.
"Demi memastikan keselamatan mereka, Kementerian Luar Negeri telah memberi tahu otoritas Israel bahwa setiap operasi yang dipercayakan kepada pasukan Israel harus dilakukan sesuai dengan hukum internasional dan prinsip kehati-hatian mutlak," demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Italia.
Tajani juga telah meminta Kedutaan Besar Italia di Tel Aviv untuk mengumpulkan informasi dan menegaskan kembali permintaan Israel untuk menjamin perlindungan penuh bagi orang-orang di dalam armada kapal.
Angkatan Laut Italia menegaskan bakal mengirimkan satu kapal fregat untuk membantu operasi penyelamatan.
Pada Rabu (24/9) malam waktu setempat, para aktivis di armada GSF menyebut gelombang serangan yang diduga dilakukan drone Israel tersebut sebagai "eskalasi yang sangat berbahaya".
Para aktivis mengaku beberapa kapal jadi sasaran serangan drone yang terbang rendah, yang menjatuhkan alat peledak jenis flashbang. Selain itu, serangan juga menyebabkan jaringan radio antar kapal menjadi "kacau", sehingga menyulitkan proses komunikasi.