Tragedi Kematian Romusha RI, Eksperimen Sadis Cabang Unit 731 Jepang

CNN Indonesia
Rabu, 22 Okt 2025 13:30 WIB
Kasus kematian para Romusha di RI terkait percobaan vaksin tetanus masih terkait unit eksperimen senjata biologis Jepang di Perang Dunia 2, Unit 731.
Ilustrasi. (Istockphoto/ Baona)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pendudukan Jepang di tanah air yang seumur jagung (3,5) tahun, menimbulkan korban nyawa yang tak terkirakan.

Salah satu yang paling terkenal adalah kerja paksa (romusha). Namun itu saja belum cukup, Jepang pun mengoperasikan unit laboratorium dengan eksperimen mengerikan, dengan tenaga romusha dan para tahanan sebagai kelinci percobaan. Salah satunya adalah yang dikenal dengan peristiwa Klender.

Kematian 900 Romusha

Kevin Baird, Profesor Malariologi di Departemen Kedokteran Nuffield, Universitas Oxford, yang pernah menjabat sebagai Kepala Unit di Unit Penelitian Klinis Eijkman-Oxford di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman yang modern di Jakarta, pernah menulis di jurnal Asia-Pacific Journal: Japan Focus pada 2016 tentang kasus ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pada pukul sembilan pagi hari Minggu, 6 Agustus 1944 , telepon berdering di Rumah Sakit Pusat di Jakarta. Penelepon yang panik dari kamp transit romusha di Klender beberapa mil jauhnya memohon bantuan medis. Ratusan romusha berubah menjadi postur aneh dan mengerang kesakitan. Sebuah tim medis dikirim untuk menyelidiki apa yang mereka duga sebagai wabah meningitis," begitu Baird menulis.

Sejumlah tim yang meneliti para romusha itu mendapati bahwa para romusha bukan terkena meningitis tapi tetanus akut. Dan tetanus yang masuk ke dalam tubuh itu disuntikkan ke dalam tubuh mereka beberapa hari sebelumnya.

Para dokter Jepang memang diketahui menyuntikkan vaksin campuran TCD (Thypus, Cholera, Disentri) ke para pekerja paksa itu. Salah seorang dokter pribumi yang ikut memeriksa adalah dokter Bahder Johan, yang kemudian menjadi guru besar dan rektor di Universitas Indonesia.

Dalam catatan Jepang, dari 900 romusha yang tewas mencapai 400 orang. Hasil pemeriksaan mengungkapkan, basil Clostridium tetani yang menghasilkan toksin tetanus, menjadi penyebab kematian, bukan bakteri itu sendiri.

Tentara Jepang kemudian menyegel kamp di Klender dalam beberapa jam setelah kasus terjadi. Permintaan untuk menerima lebih banyak pasien untuk perawatan ditolak.

Tentara Jepang memindahkan mayat-mayat dari rumah sakit, mungkin untuk pemakaman massal dengan orang yang meninggal dan sekarat di Klender. Kenpeitai menyelidiki peristiwa tersebut selama Agustus dan September sebelum akhirnya melakukan penangkapan pada awal Oktober.

Penangkapan tersebut mencakup dua dokter Indonesia dari dinas kesehatan kota yang telah memberikan suntikan, bos mereka Dr Marzoeki, dan sebagian besar staf ilmiah Lembaga Eijkman.

Marzoeki selamat dan menulis memoar yang kuat tentang kekejaman perlakuan terhadapnya di penjara Kenpeitai. Namun Ahmad Mochtar yang menjadi kepala Laboratorium Eijkman justeru ditangkap.

Kenpeitai mulai bertugas mengorek pengakuan dari para tenaga medis yang ditangkap melalui penyiksaan sistematis dan berat. Perlakuan mereka meliputi pemukulan, wash boarding, waterboarding, pembakaran, sengatan listrik, penangguhan berkepanjangan dalam posisi yang menyiksa, dan pemberian ransum kelaparan.

Semua ini berlangsung selama dua bulan sebelum seorang dokter meninggal dunia akibat penyiksaan. Beberapa penyintas mengenang jenazah dokter Arief yang termutilasi diarak di depan sel mereka pada awal Desember 1944. Jenazah dokter Arief dipenuhi bekas puluhan luka bakar rokok dari ujung kepala hingga ujung kaki, wajahnya dipukuli hingga tak dapat dikenali, dan kakinya dibentangkan dari mata kaki hingga bokong akibat penyiksaan wash boarding.

Tak kuat dengan derita penyiksaan dan demi menyelamatkan para kolega lain, Mochtar kemudian membuat pengakuan bahwa dia lah yang telah memasukkan vaksin tetanus kepada para romusha sehingga menewaskan kematian massal. Mochtar kemudian dieksekusi pada 3 Juli 1944 dengan pedang. Jepang menyalahkan Ahmad Mochtar sebagai biang keladi peristiwa ini. Kematian ini bahkan tidak diberitahukan kepada keluarga dokter Mochtar.

Bersambung ke halaman berikutnya...

Kambing Hitam Unit 731

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER