Dari Film Anime sampai Larang Turis, Kenapa China 'Boikot' Jepang?
Hubungan China dan Jepang terus menjadi sorotan usai belakangan ini memanas. Pemerintahan yang berpusat di Beijing sampai-sampai melarang warga menonton film, anime, hingga perjalanan ke Negeri Sakura.
Pekan lalu, China mengimbau warga tak melakukan perjalanan ke Jepang. Tak lama setelah itu, 500 ribu tiket penerbangan ke sana juga dibatalkan.
China meminta warganya menghindari bepergian ke Jepang. Dalam unggahan di media sosial, Kedutaan Besar China di Jepang mewanti-wanti warganya untuk tidak melancong ke negara tetangga yang menjadi salah satu destinasi favorit tersebut.
"Baru-baru ini, pemimpin Jepang telah terang-terangan membuat pernyataan provokatif terkait Taiwan, merusak iklim hubungan people-to-people kedua negara," bunyi pernyataan Kedutaan Besar China di Jepang seperti dikutip The Guardian.
Kemudian pada Selasa (18/11), distributor China menangguhkan perilisan dua film anime Jepang Crayon Shin-chan the Movie: Super Hot! The Spicy Kasube Dancers dan Cells at Work!
Kantor berita China, CCTV, menyatakan para distributor mengambil langkah tersebut mengingat kinerja pasar film Jepang dan "sentimen penonton" terhadap China, demikian dikutip Al Jazeera.
Distributor film, menurut laporan CCTV, menyebut pernyataan provokatif Perdana Menteri Takaichi akan mempengaruhi persepsi penonton China terhadap sinema Jepang.
Lalu, mengapa China memboikot Jepang?
Boikot itu bermula dari pernyataan Takaichi yang berkaitan dengan Taiwan dan membuat China murka.
Awal November lalu di hadapan parlemen, Takaichi mengatakan serangan bersenjata terhadap Taiwan bisa jadi dasar Jepang mengerahkan pasukan sebagai bagian konsep pertahanan kolektif.
"Jika keadaan darurat di Taiwan melibatkan kapal perang dan penggunaan kekuatan militer, maka itu bisa dianggap sebagai situasi yang mengancam kelangsungan hidup (Jepang)," kata Takaichi pada Jumat (8/11), dikutip AFP.
Kementerian Luar Negeri China kemudian mendesak Takaichi menarik pernyataan dia.
"Pihak Jepang harus segera memperbaiki tindakan keliru itu dan menarik kembali pernyataan tak berdasar," kata juru bicara Kemlu China Lin Jian saat konferensi pers.
Namun, Takaichi ogah menarik kembali ucapan itu dan menegaskan sikap tersebut sesuai dengan prinsip Jepang.
Takaichi dikenal sebagai pendukung Taiwan dan sosok yang keras terhadap China.
Selain itu, jika serangan besar China terhadap Taiwan terjadi bisa mengganggu rantai pasokan. Sebanyak 99 persen perdagangan Jepang bergantung pada rute maritim.
Pejabat China lain juga menyampaikan kekesalan atas komentar PM Jepang ini. Konsul Jenderal China di Osaka Xue Jian murka hingga mengunggah pernyataan bernada ancaman untuk Takaichi di media sosial.
Dalam unggahan tersebut, Xue tak menyebut nama Takaichi tetapi menyertakan artikel berita dalam komentarnya,
"Leher kotor itu yang menerobos masuk sendiri, saya tak punya pilihan selain memenggal tanpa ragu sedikitpun. Apakah Anda, siap?" kata Xue, dikutip Newsweek. Namun, unggahan itu kini dihapus.
Setelah unggahan tersebut, giliran Jepang yang mengkritik China. Menteri Luar Negeri Toshimitsu Motegi mengatakan pernyataan Xue di media sosial sangat tidak pantas.
"Kami mendesak keras pihak China untuk terus mengambil langkah yang sesuai agar hal ini tak memengaruhi arah hubungan Jepang-China secara keseluruhan," ungkap Motegi.
Warganet hingga parlemen Jepang juga ramai-ramai menuntut Xue meminta maaf. Beberapa yang lain bahkan menyerukan persona non grata untuk diplomat China itu.
Tak lama setelah itu, Xue meminta publik setop berspekulasi dan mendistorsi kata-katanya.
"Saya ingin menegaskan kembali akar masalahnya terletak pada politisi Jepang yang mengabaikan pernyataan penolakan kami yang berulang dan tegas," ujar Xue.
Dia lalu berujar, "Mereka dengan santai menyatakan bahwa kontingensi Taiwan adalah kontingensi Jepang." Klaim semacam itu, lanjut Xue, tentu akan menjadi ancaman bagi China.
Belakangan, China tampak agresif mengintimidasi Taiwan, wilayah yang dianggap ingin memisahkan diri.
China juga berulang kali menegaskan tak menutup kemungkinan menggunakan kekuatan atau dengan cara paksa demi mempertahankan Taiwan.
(isa/rds)