Sebanyak 104 warga sipil tewas dalam serangan pesawat nirawak atau drone di seluruh wilayah Kordofan, Sudan.
Al Jazeera melaporkan serangan-serangan drone telah menghantam wilayah tengah Kordofan sejak awal Desember, menyusul perebutan pangkalan militer oleh Rapid Support Forces (RSF) di Babnusa pasca pertempuran sengit selama sepekan lalu.
Eskalasi konflik di Kordofan telah menyebabkan puluhan ribu orang mengungsi dan fasilitas kesehatan lumpuh, karena pada saat yang sama muncul wabah kolera dan demam berdarah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perang saudara di Sudan kini bergeser ke wilayah Kordofan dari sebelumnya di Darfur. Serangan paling mematikan dilaporkan terjadi di sebuah taman kanak-kanak (TK) dan rumah sakit di Kalogi, Kordofan Selatan, di mana 89 orang tewas, termasuk 43 anak-anak.
Enam pasukan penjaga perdamaian Bangladesh juga tewas ketika pesawat tak berawak menghantam pangkalan mereka di Kadugli, ibu kota Kordofan Selatan, pada 13 Desember lalu.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mengutuk "serangan pesawat tak berawak yang mengerikan" ini dan mencatat bahwa serangan terhadap pasukan penjaga perdamaian dapat dianggap sebagai "kejahatan perang sesuai hukum humaniter internasional".
Kepala hak asasi manusia (HAM) PBB, Volker Turk, sementara itu juga memperingatkan bahwa penargetan fasilitas medis melanggar hukum humaniter internasional.
Pertempuran di Kordofan merupakan perluasan signifikan dari konflik Sudan setelah RSF merebut El Fasher pada Oktober, yang merupakan benteng terakhir tentara Sudan di Darfur.
Para peneliti di Laboratorium Penelitian Kemanusiaan (HRL) Sekolah Kesehatan Masyarakat Yale mendapati bahwa pasukan RSF membunuh warga sipil yang mencoba melarikan diri dari kota dan secara sistematis menghancurkan bukti dengan mengubur, membakar, dan memindahkan jenazah para korban.
Eskalasi ini terjadi bersamaan dengan dimulainya kembali upaya internasional untuk menengahi perdamaian.
Kepala Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) Abdel Fattah Al Burhan bertemu dengan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MbS) pada 15 Desember lalu dan menyatakan kesiapan untuk bekerja sama dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dalam upaya perdamaian.
Sudan menduduki peringkat teratas Daftar Pantauan Darurat Komite Penyelamatan Internasional selama tiga tahun berturut-turut. Perang yang dimulai pada April 2023 ini telah menewaskan lebih dari 40.000 orang dan memaksa lebih dari 14 juta orang mengungsi.
(blq/dna)