Jakarta, CNN Indonesia -- Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan-Sandiaga Uno mengusung program menggabungkan Kartu Indonesia Pintar (KIP) sebagai program nasional dengan Kartu Jakarta Pintar (KJP). Hal itu agar siswa penerima KJP dapat juga menerima dana dari program KIP.
Program tersebut mensyaratkan pencabutan Pasal 49 Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 174 Tahun 2015 yang melarang peserta didik pemegang Kartu Jakarta Pintar (KJP) untuk menerima bantuan biaya personal pendidikan lain, termasuk bantuan dari pemerintah pusat.
Pasal 49 Pergub ini membuat para penerima KIP yang sebetulnya dari keluarga tidak mampu di Jakarta tidak bisa mencairkan dana yang sebenarnya sudah ditransfer ke rekening mereka. “Larangan itu juga menghambat integrasi KIP dengan KJP di Jakarta,” kata Anies dalam rilis yang diterima CNNIndonesia.com, Minggu (30/10).
Pada 2015 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencatat sebanyak 117.414 siswa di DKI Jakarta menerima KIP. Namun, ditemukan laporan dari bank penyalur bahwa tingkat pencairan dana tersebut sangat rendah.
Hingga 25 April 2015, Anies mencatat ada 87.627 siswa (74,6%) yang tidak mencairkan dana KIP yang berasal dari Program Indonesia Pintar (PIP) itu.
Terkait hal itu, ia menyatakan bahwa saat menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dirinya telah mengirim surat kepada Gubernur DKI Jakarta.
Inti surat tersebut adalah meminta agar Ahok mengizinkan siswa penerima PIP tahun 2015 untuk mencairkan bantuan tersebut. Namun, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menolak permintaan itu.
“Kebijakan penolakan ini patut disesalkan karena sebenarnya konsep KJP dapat digabungkan dan diintegrasikan dengan konsep KIP,” kata Anies.
Dengan penolakan itu, Anies mengatakan terdapat 87.627 siswa (74,6%) di wilayah Jakarta yang kehilangan kesempatan untuk mencairkan uang sebesar antara Rp450 ribu sampai Rp1 juta per siswa per tahun pada 2015. Jumlah itu dikhawatirkan akan membengkak selama 2016.
Anies mengatakan bakal mencabut larangan Ahok tersebut dan akan mengintegrasikan kedua program tersebut. Ia menyatakan, program penggabungan KIP dan KJP ia buat berdasarkan hasil studi dari Bank Dunia dan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).
Dalam studi itu disimpulkan bahwa kehadiran siswa ke sekolah tak hanya ditentukan oleh kebutuhan biaya bersekolah dan sarana pendidikan, tetapi juga masalah kebutuhan biaya pendukung seperti biaya transportasi, uang saku, dan kebutuhan lainnya.
“Dengan integrasi KJP dengan KIP itu nanti diharapkan dapat membuat program nasional berjalan beriringan dengan program daerah, dan pada akhirnya warga dan siswa miskin di Jakarta dapat mengoptimalkan berbagai model bantuan yang dapat mereka terima dari berbagai sumber,” ujar Anies.
(wis)