Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga-lembaga survei di ibu kota disebut terlalu dini mengambil kesimpulan atas jajak pendapat yang mereka lakukan terkait Pilkada 2017. Menurut CEO Cyrus Network Hasan Nasbi, hasil survei yang dipublikasikan dua bulan terakhir justru meninggalkan kesan buram di masyarakat.
Kesan buram nampak dari hasil survei yang memuat tingginya angka pemilih belum menentukan pilihan, atau
undecided voter, jelang Pilkada DKI. Padahal, Hasan yakin warga ibu kota sudah memiliki pilihan calon gubernur dan wakil gubernurnya saat ini.
"Dulu, orang yang tak bisa dipetakan pilihannya hanya 10-15 persen, sekarang 30 persen loh. Masa ini tensi Pilkada sudah dua tahun namun banyak yang belum menentukan pilihan? Kalau begitu, ibaratnya kan kita tunjukkan foto dan ada bagian yang buram 30 persen," kata Hasan di Kantor CSIS, Jakarta, Selasa (6/12).
Tingginya angka pemilih yang belum menentukan pilihan membuat hasil survei tak dapat disimpulkan. Namun, beberapa lembaga survei justru tetap mengeluarkan kesimpulan atas survei yang sudah dilakukannya.
Menurut Hasan, pengambilan kesimpulan seharusnya tak bisa dilakukan jika angka
undecided voter terlalu tinggi. Kesimpulan juga tak bisa dibuat jika tingkat kesalahan, atau
margin of error, sebuah survei dipandang mampu berpengaruh terhadap hasil jajak pendapat yang sudah dipublikasi.
"Persoalan utama polster adalah terlalu terburu-buru mengambil kesimpulan ketika jarak survei masih bisa diperdebatkan," katanya.
Pandangan berbeda dikemukakan Managing Director Manelka Research Herzaky Mahendra. Menurut Herzaky, tak ada yang salah dengan survei-survei Pilkada selama ini.
Herzaky juga melihat tak ada pengaruh signifikan antara meningkatnya eskalasi politik akibat kasus dugaan penistaan agama dengan elektabilitas calon-calon gubernur di DKI Jakarta.
"Manelka melihat survei selama ini wajar-wajar saja. Faktor Al Maidah tidak mencapai 5 persen terhadap elektabilitas paslon. Kita di internal melihat, itu tidak mencapai lima persen," tutur Herzaky.
(wis/yul)