Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Nasional Perempuan meminta pada siapapun calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta yang akan terpilih nanti untuk tetap mengawal empat kerjasama yang telah dirintis Pemerintah Provinsi ibu kota dengan lembaga tersebut.
Wakil Ketua Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah berkata, tiga pasang cagub dan cawagub DKI harus tetap melestarikan peringatan peristiwa Mei 1998. Selain itu, mereka juga didesak melakukan penguatan sistem layanan dan aduan korban kekerasan terhadap perempuan melalui sistem
online.
"Lanjutkan kerja-kerja yang telah dirintis bersama Komnas Perempuan, meliputi penguatan sistem layanan dan aduan korban kekerasan terhadap perempuan melalui pengaduan
online maupun langsung, dengan menyiapkan dukungan layanan yang ramah dan memenuhi prinsip keadilan korban," kata Yuniyanti di Kantor Komisi Pemilihan Umum RI, kemarin.
Selain meminta dua hal di atas, Komnas Perempuan juga ingin ada kepastian keberadaan wilayah aman bagi perempuan di dalam moda transportasi ibu kota.
Menurut Yuniyanti, wilayah yang ramah terhadap perempuan harus diwujudkan dalam pengembangan sarana transportasi ibu kota. Pengadaan kawasan aman itu harus mencakup aspek lain di luar transportasi. Terakhir, Komnas Perempuan ingin cagub DKI terpilih mematuhi prinsip hak asasi manusia.
"Calon gubernur harus memastikan kebijakan tata ruang kota yang ramah terhadap kelompok rentan dan patuh pada prinsip-prinsip hak asasi manusia atau perempuan," tuturnya.
Politisasi PerempuanKomnas Perempuan melihat politisasi dan eksploitasi isu perempuan dalam Pilkada 2017. Menurutnya, isu gender kerap digunakan untuk kepentingan pemenangan para peserta Pilkada.
Lembaga itu pun khawatir potensi ancaman keamanan terhadap perempuan di waktu sebelum, saat, dan setelah Pilkada. Kekhawatiran itu diperkuat dengan menguatnya politisasi isu agama dan identitas pada penyelenggaraan Pilkada tahun ini.
"Kami memantau di Pilkada 2015 ada temuan bagaimana diskriminasi terhadap calon dari perempuan luar biasa. Apakah karena faktor ia perempuan, atau karena alasan politik," ujarnya.
Karena alasan tersebut, lembaga pemerhati perempuan itu meminta masyarakat untuk tetap merawat keberagaman dengan menghentikan politisasi identitas saat Pilkada berlangsung.
Yuniyanti juga mengajak para pemilih di 101 wilayah penyelenggara Pilkada untuk kritis dan memilih calon kepala daerah yang berintegritas terhadap pemajuan dan perlindungan hak asasi perempuan.
"Kami juga minta KPU dan Bawaslu mendorong isu perempuan dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan sebagai prioritas, baik dalam proses debat publik atau program kerja para calon kepala daerah," katanya.