Anies-Sandi, Sang Penantang yang Melampaui Prediksi

CNN Indonesia
Kamis, 20 Apr 2017 07:44 WIB
Anies-Sandi dinilai tak bisa paparkan program kerja yang berbeda dengan petahana. Namun hitung cepat buktikan penilaian itu tak pengaruhi elektabilitas mereka.
Pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia -- Hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei menunjukkan pasangan cagub-cawagub Anies Baswedan-Sandiaga Uno unggul atas pasangan petahana Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat. Hingga 100 persen perolehan suara hitung cepat kemarin, selisih suara mereka mencapai 15-19 persen.

Meski hasil perhitungan ini masih bersifat sementara, Anies-Sandi tinggal menunggu waktu untuk ditetapkan sebagai gubernur dan wakil gubernur terpilih. 'Keterpilihan' mereka sebenarnya tidak terlalu mengejutkan, namun selisih perolehan suara yang cukup jauh tetaplah mengejutkan.

Dua lembaga survei sebelumnya merilis hasil risetnya menjelang pemilihan, Anies-Sandi unggul dengan kemenangan tipis.

Survei Saiful Mujani Research Center (SMRC) yang dirilis 12 April menunjukkan elektabilitas Anies-Sandi 47,9 persen, sementara Ahok-Djarot 46,9 persen. Sehari setelahnya, Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pimpinan Denny JA mencatat Anies-Sandi memperoleh 51,4 persen, dan Ahok-Djarot mengantongi 42,7 persen.

Hasil jajak pendapat itu membuat Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Presiden PKS Sohibul Iman sebagai partai pengusung Anies-Sandi menyatakan optimisme.

"Jadi kalau ditanya, kami sangat optimis. Hanya kecurangan besar yang bisa mengalahakan Anies-Sandi jadi gubernur dan wakil gubernur," kata Prabowo, sehari sebelum pencoblosan.

"Kami sampai hari ini tidak berandai-andai untuk kalah, insya Allah optimis menang," kata Sohibul saat ditanya kesiapan untuk kalah, di tempat yang sama.
Meski menang, Anies-Sandi bukan tidak diterpa isu miring. Serangkaian peristiwa mengiringi perjalanan pasangan ini, terutama usai pemilihan putaran pertama berlangsung, 15 Februari lalu.

Ada laporan dugaan pencemaran nama baik hingga dugaan penggelapan lahan di kawasan Tangerang yang menyeret Sandi dengan pengusaha Edward Soeryadjaya, Maret lalu.

Di bulan yang sama, Anies sempat dilaporkan ke KPK terkait dugaan penyelewengan uang negara proyek Frankfurt Book Fair 2015. Saat itu dia masih menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Tak hanya di ranah hukum, Anies-Sandi mendapat serangan kampanye hitam di putaran dua terkait isu penerapan syariat Islam di Jakarta.

Lembaga survei Indikator Politik Indonesia (IPI) sebelumnya menyimpulkan, kelompok yang belum memutuskan pilihan (undecided voters) bakal menentukan pemenang Pilkada DKI. Kesimpulan itu diambil berdasarkan hasil survei terbaru.

Dalam surveinya, IPI menemukan elektabilitas Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat dan Anies-Sandi terpaut sangat tipis.
Ahok-Djarot mendapat 47,4 persen, kalah dari Anies-Sandi yang meraih 48,2 persen dengan margin of error 4,5 persen dan jumlah responden yang tidak tahu atau merahasiakan pilihannya sebesar 4,4 persen.

Tak hanya serangan dari pihak tertentu, tawaran program mereka juga digempur oleh pasangan petahana yang telah lebih dulu merealisasikan sejumlah program penting di Pemerintah Provinsi DKI.

Seperti dalam salah satu sesi debat putaran dua, 12 April lalu, Ahok mempertanyakan down payment (DP) nol persen untuk memiliki rumah di Jakarta. Ahok mengaku bingung dengan program tersebut, untuk mereka yang berpenghasilan Rp3 juta atau Rp7 juta.

Dari sisi ide dan program, pasangan petahana bisa jadi dianggap lebih realistis ketimbang Anies-Sandi. Seperti dipaparkan pengamat politik Universitas Padjadjaran Muradi.

Menurut Muradi, hanya ada satu program yang terlihat berbeda antara petahana dan penantang, yaitu reklamasi.

"Anies sama semua dengan Ahok, soal reklamasi saja yang beda. Ini membuat Anies bakal terlihat gagal dalam mengemas psikologi massa," kata Muradi, 12 April lalu.
Muradi menyatakan, kegagalan Anies-Sandi adalah seringnya mengulangi dan mengamini jika programnya sama dengan Ahok hanya ditambahi satu, dua embel-embel hanya untuk pembeda saja. Tak hanya itu, seringnya pasangan Anies-Sandi menyebutkan nama-nama individu dalam debat, itu makin memperburuk citra.

"Mereka sebut nama, ibu ini, bapak itu, tapi nama itu unknown. Saya melihatnya, itu data dari mana? Bagaimana masyarakat memverifikasi nama-nama itu? Apa itu benar atau tidak?" kata Muradi.

Survei Charta Politika tiga hari setelah debat bahkan menyebutkan, elektabilitas Ahok-Djarot mengungguli Anies-Sandi. Survei itu juga mengungkap, tren peningkatan elektabilitas Ahok-Djarot dan tren stagnasi elektabilitas Anies-Sandi.

"Pasangan Ahok-Djarot memperoleh 47,3 persen, Anies-Sandi 44,8 persen. Tidak tahu dan tidak menjawab sebanyak 19,3 persen," kata Direktur Charta Politika Yunarto Wijaya.

Namun nyatanya, Anies-Sandi melalui semua gempuran itu, dan sukses melampaui prediksi hampir semua pihak. Bahkan mereka bisa terbebas dari bayang-bayang gugatan sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK) jika selisih suara dengan sang petahana versi resmi KPU DKI nanti persis seperti angka hitung cepat.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER