Matahari Terbit
di Utara Jakarta

Oleh:

Adhi Wicaksono
Please rotate your device for better experience

Jejeran kafe remang-remang jadi pemandangan umum anak-anak Kampung Nelayan Kojem Cilincing, selain deretan perahu di sepanjang muara Kali Cakung.

Jauh dari kata "privilege", bagi mereka menginginkan sesuatu berarti harus berusaha mendapatkannya. Pendidikan layak pun kadang hanya sebatas impian.

Bappenas menyebut 4,3 juta anak putus sekolah sepanjang 2019, atau enam persen dari seluruh usia anak sekolah di Indonesia yaitu 53 juta anak.

Salah satunya adalah Anggih Setiawan (12), anak seorang nelayan. Bangku pendidikan hanya bisa ia rasakan hingga kelas 4 SD saja.

Anak pertama dari lima bersaudara ini terlempar dari bangku sekolah karena faktor ekonomi. Tak mudah bagi orang tuanya untuk membesarkan dan menyekolahkan lima anak sekaligus.

Beruntung Anggih bertemu dengan Rumah Belajar Merah Putih di sela-sela kesehariannya ikut melaut. Tekad belajar yang besar membuatnya berusaha mengikuti kejar paket A.

Kini ia tinggal dengan kakek dan nenek, yang hanya berjarak 100 meter dari rumah orang tua, untuk meringankan beban ekonomi keluarga. Hari-harinya dihabiskan dengan bermain dan ikut melaut bersama kakek.

Sandi Junior (7) tidak seberuntung Anggih. Ia tak pernah merasakan pendidikan formal.

Namun setahun belakangan Sandi mau mengikuti Rumah Belajar Merah Putih, dan kini juga berencana mengikuti kejar Paket A, meski harus mengejar banyak ketinggalan.

Sejak usia 5 tahun ia rutin melaut bersama sang ayah yang berprofesi sebagai nelayan, menjaring ikan di keramba kecil. Terjangan ombak tak membuatnya ciut.

Melaut sejak pukul enam pagi, Sandi bisa menghabiskan hari hingga pukul 12 siang di atas perahu. Membantu menyerok dan memilah hasil tangkapan.

Adalah Yogi Pratama Putra (14) yang mengajak kawan-kawannya mengikuti kegiatan di Rumah Belajar. Tak beda jauh dari yang lain, Yogi hanya bersekolah hingga kelas 4 SD.

Keinginan bersekolah hingga jenjang paling tinggi sementara terpaksa ia kubur. Beban ekonomi terlalu berat bagi ayah Yogi yang bekerja sebagai pembersih jaring dan ibu yang berjualan kerang hijau.

Kemandirian anak-anak nelayan terasah sejak usia dini. Mereka merayakan masa kecil dengan bermain, membersihkan jaring dan memasak kerang hijau.

Kini Yogi akan mengikuti ujian kejar Paket B yang kabarnya akan diselenggarakan pada awal tahun. Satu langkah lagi untuk mendapat ijasah pendidikan.

Indonesia negara maritim dengan 17 ribu pulau. Namun kekayaan potensi laut tak serta-merta mengangkat profesi nelayan dari dari jerat ketimpangan.

Keterbatasan akses dan fakor ekonomi berdampak langsung pada kualitas pendidikan anak-anak nelayan, sehingga generasi penerus tak bisa memutus lingkaran kemiskinan.

Kemandirian sejak dini dan semangat belajar tanpa institusi formal jadi pelecut mimpi meraih cita-cita di masa depan. Menjadi Matahari yang terbit dari Utara Jakarta.