Menyala
Sampai Tiada

Oleh:

Adhi Wicaksono
Please rotate your device for better experience

“Kapan terakhir kali kamu dapat tertidur tenang
Tak perlu memikirkan tentang apa yang akan datang di esok hari
Tubuh yang berpatah hati bergantung pada gaji
Berlomba jadi asri mengais validasi.”

Track ke-4 dalam album solois “Hindia” berputar mengiringi Senin pertama saya di Januari 2022. Hari pertama dalam jangka waktu 21.600 menit untuk mengejar tenggat Kolong Kota.

Senin yang sama selama lebih dari satu dasawarsa juga berotasi membekukan waktu dan cahaya, sekaligus mengukur panjang kali lebar ibu kota, yang sebentar lagi akan kehilangan gelarnya.

Jika Senin diibaratkan kegelapan, maka semangat-semangat baru kelas pekerja adalah sinaran lampu petromaks, remang-remang bercahaya tanpa takut padam tertiup angin.

Cahaya harapan baik dari mereka yang pergi sendiri atau bersama-sama, akan mencerahkan rumah, gedung, kendaraan, bahkan semua hal yang dilewati, tanpa menunggu balasan atau perintah.

Meski di kemudian hari ada yang beralih daya menjadi robot pekerja usai tunggakan cicilan membengkak, akibat bujuk rayu ala pariwara:

Beli! Beli! Beli!

Konsumsi! Konsumsi! Konsumsi!

Jika hidup bisa diibaratkan roda, yang akan berputar dari bawah menuju atas, maka hidup juga bisa diandaikan bak kemacetan Senin; setia menunggu dalam debu dan panas.

Kini Senin yang baru pun melambaikan tangan memberi sambutan!