Ruang-ruang
Demonstrasi
Oleh:
Adi Maulana Ibrahim
Mereka berebut kuasa,
Mereka menenteng senjata,
Mereka menembak rakyat,
Kemudian mereka bersembunyi di balik ketek kekuasaan,
Apa kita biarkan mereka untuk gagah
Mereka gagal untuk gagah
Mereka hanya ganti baju
Tapi dalam tubuh mereka adalah sebuah kehinaan
Sesuatu yang tidak bertanggung jawab
Sesuatu yang mereka bayar sampai titik manapun.
Potongan orasi (alm) Munir yang dijadikan intro lagu “Rima Ababil” milik Homicide menemani saya di hari libur menyusuri jalan Ibu Kota. Liriknya melambungkan pikiran saya ke masa-masa tiga tahun lalu ketika berjibaku melarikan diri dari perihnya gas air mata.
Tepatnya ketika terjadi kerusuhan terkait pengesahan Undang-undang Cipta Kerja yang prosesnya kontroversial. Saat itu ribuan massa dari elemen buruh, mahasiswa dan pelajar turun ke jalan menolak undang-undang yang lebih dikenal sebagai Omnibus Law.
Mereka berdemonstrasi pada 6 Oktober 2020, kemudian demo berujung pada kerusuhan bahkan hingga di beberapa daerah seperti Jakarta, Yogyakarta, Bandung dan Makassar pada 8 Oktober 2020.
Kerusuhan yang juga diiringi tindakan represif aparat yang mengamankan demo tolak Omnibus Law Ciptaker pun tak terhindarkan. Saat itu saya melihat langsung ribuan massa lari berhamburan ketika tembakan gas air mata mendarat di tanah.
Dalam Kolong Kota kali ini, saya coba mengingat kembali momen demonstrasi tersebut.
Caranya dengan memotret kembali lagi tempat yang sama dengan tiga tahun lalu, dan men-jukstaposisikannya dengan foto arsip yang saya ambil kala itu. Tepatnya di Kawasan Gedung DPR RI, Patung Kuda, Monas, Istana Merdeka dan Kawasan Harmoni.
Saat itu bukan hanya pendemo, para jurnalis yang menjalani liputan pun tak luput dari kekerasan -- termasuk yang dilakukan oleh polisi. Kala itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mencatat 28 wartawan di 38 kota mengalami kekerasan saat meliput aksi tolak Omnibus Law.
Tindakan represif aparat juga terjadi dalam aksi yang dilakukan masyarakat, termasuk pada aksi May Day 2019, aksi Bawaslu 21-23 Mei 2019, Reformasi Dikorupsi 23-30 September 2019, hingga aksi Omnibus Law yang masih terjadi belakangan ini.
KONTRAS mencatat ada 157 peristiwa serangan kebebasan sipil dalam kurun waktu Oktober 2019 sampai September 2020. Dari jumlah tersebut, yang paling marak adalah penangkapan dengan jumlah 63 kasus.
Kemudian disusul pembubaran 55 kasus, pelarangan 22 kasus, intimidasi 22 kasus, penganiayaan 16 kasus, persekusi lima kasus, dan sanksi sewenang-wenang satu kasus.
Kisah demonstrasi baik mahasiswa maupun buruh di Indonesia tidak selesai sampai di sini. Demonstrasi masih terus ada, sebagai salah satu wajah demokrasi dan ruang aspirasi masyarakat terhadap berbagai keputusan pemerintah.