Greysia Polii, saya ingat dia datang ke Jaya Raya saat usia sembilan tahun dibawa oleh mamanya. Saat itu banyak klub yang berminat untuk merekrut Greysia tetapi saya bersyukur karena akhirnya dia pilih Jaya Raya.
Imelda Wiguna
Kepada Greysia Polii

Saat itu saya masih bertugas melatih di Pelatnas Cipayung jadi tidak memantau keseharian Greysia di awal ia masuk Jaya Raya. Tetapi ketika saya pertama kali melihat Greysia main, dia itu tangannya bagus dan mainnya pintar.
Banyak atlet muda yang bagus tetapi tidak pintar main. Maksud saya mainnya pintar itu, dia akan mencari cara menghadapi lawan. Jadi sudah kelihatan dari pukulannya, dari netting. Greysia itu sudah menunjukkan hal itu dari kecil.
Setelah saya keluar dari pelatnas dan kembali melatih di Jaya Raya, saya mulai rutin dan mengikuti perkembangan Greysia.

Dalam perkembangan Greysia sebagai pemain, mamanya punya peran yang sangat besar. Mamanya sering ikut pertandingan dan Greysia memang sangat dekat dengan orang tuanya. Saya masih ingat mamanya itu sering tegang kalau lihat anaknya bertanding.
Mamanya Greysia juga tidak pernah protes soal apapun keputusan Jaya Raya terhadap Greysia. Di dalam klub, terkadang ketika seorang atlet muda tidak dikirim ikut pertandingan, ada yang kemudian ngambek, bahkan malah berlatih dengan klub lain.
Tetapi itu tidak dilakukan oleh Greysia dan mamanya. Greysia sudah kelihatan bahwa dia mau berjuang. Mau berjuang saat latihan dan pertandingan. Ia juga tak kecewa kalau tidak dikirim bertanding.

Greysia lalu berhasil masuk pelatnas Cipayung di 2003. Ia berpasangan dengan Jo Novita lalu berduet dengan Meiliana Jauhari.
Saat bersama Meiliana, saya lihat memang prestasinya cukup oke. Mereka bisa masuk semifinal lalu final.
Cuma puncak di badminton itu kan Olimpiade dan Kejuaraan Dunia. Jadi kalau saya lihat, Greysia dan Meiliana itu bagus, tetapi tidak mampu sampai puncak.
Salah satu hal yang saya apresiasi dari Greysia dia tidak pernah menyerah. Itu terlihat saat ia terkena kasus di Olimpiade 2012.
Saya kasihan melihat Greysia waktu itu. Di-bully, dikata-katai dan dijelek-jelekin. Tentu malu terkena larangan bertanding.

Jika saya yang terkena kasus, mungkin saya menyerah. Aduh mungkin saya tidak akan sanggup. Saya mungkin bakal pensiun.
Saat kasus itu terjadi, saya hanya bilang ke Greysia untuk terus berusaha. Hubungan Jaya Raya dengan atlet kan memang dekat, apalagi pemimpin di Jaya Raya banyak yang perempuan jadi gampang bagi atlet untuk curhat.
Yang saya lihat saat itu pasti ada kebimbangan dalam diri Greysia. Cuma dia bisa menyemangati dirinya sendiri.
Setelah Olimpiade 2012, Greysia akhirnya dipasangkan dengan Nitya Krishinda Maheswari usai sempat dicoba dengan Anggia Shitta Awanda. Bagi saya memang yang paling cocok Greysia dengan Nitya.

Saat di 2005 sebenarnya mereka pernah pasangan di Kejuaraan Asia Junior. Mereka bisa main bagus meski tidak juara.
Dari situ saya sempat usul Greysia sebaiknya dipasangkan dengan Nitya di pelatnas, tetapi Greysia memang tipe yang setia dengan pasangannya yang sudah dipilihkan.
Sebagai atlet memegang keyakinan itu tidak mudah. Karena pikiran bisa saja terganggu oleh omongan orang. Tetapi saya lihat Greysia bisa mengatasi itu dan hal itu jadi kelebihannya.
Terbukti Greysia/Nitya bisa jadi juara Asian Games 2014. Lawan mereka di Asian Games 2014 itu kuat-kuat dan Greysia baru saja bangkit dari masalah sanksi dan kasus di Olimpiade 2012.

Setelah Greysia/Nitya kalah di Olimpiade 2016 lalu Nitya cedera, jujur saya juga berpikir siapa pemain pengganti bisa berpasangan dengan Greysia. Menurut saya saat itu Greysia juga kembali bimbang dan ada pikiran untuk pensiun.
Namun di 2017 ketika Nitya masih cedera dan Apriyani Rahayu masuk pelatnas, kami coba push Greysia untuk pasangan dengan Apriyani. Karena Greysia butuh pemain dengan tipe menyerang dan Apriyani masih muda.
Sejak kecil Apriyani sudah kelihatan sebagai pemain berbakat. Dia pintar dan juga kuat, mainnya lompat terus. Karena itu dia sudah sering juara sejak kecil dan kemudian masuk pelatnas.
Setelah mereka berpasangan saya melihat target menuju Olimpiade 2020 sebagai sesuatu yang realistis. Kembali itu semua karena Greysia punya attitude yang bagus, integritas, tanggung jawab, dan disiplin.
Makanya meski saat itu Greysia sudah 30 tahun, kami melihat kembali ada harapan apalagi Apri sebagai pasangannya masih muda.

Sebagai pemain ganda harus siap dan bisa pasangan sama siapapun. Salah satu kuncinya, jangan menyalahkan partner kalau ada kesalahan.
Biasanya kalau lebih senior lebih sering marah-marah ke juniornya. Tetapi saya lihat Greysia tidak marah-marah ke Apriyani. Karena itu saya masih ada harapan pada duet Greysia/Apriyani.
Nah ketika 2020 tiba, ternyata Olimpiade diundur!
Untuk bisa jadi juara musuhnya itu banyak termasuk diri sendiri. Begitu Olimpiade diundur, tentu usia terus bertambah. Tetapi lagi-lagi hal seperti itu bisa dikalahkan oleh Greysia.
Soal Olimpiade, Jaya Raya berharap di 2016 punya atlet peraih medali emas, tetapi gagal. Karena itu ketika Olimpiade 2020 datang, kami PB Jaya Raya kembali ditanya lagi oleh Yayasan, siapa atlet yang paling berpeluang meraih emas dari Jaya Raya.
Saya lalu menjawab Gideon yang berpasangan dengan Kevin. Pilihan kedua lalu Hendra yang berduet dengan Ahsan.

Karena itu ketika Kevin/Gideon kalah, saya langsung down. Memang Hendra/Ahsan juga masih bertahan di babak semifinal. Dan ternyata Greysia/Apriyani juga sukses masuk semifinal.

Di semifinal harapan masih mengarah ke Hendra/Ahsan, tetapi mereka kalah dan justru Greysia/Apriyani yang bisa masuk final.
Kami semua nonton bareng di lapangan dan saya tidak berani nonton. Saya pilih jalan-jalan biar perut tidak terasa mulas.
Dalam dunia olahraga, memang tidak ada yang mustahil. Saya masih simpan percakapan dengan Greysia jelang final.
Saya juga titip pesan pada Eng Hian agar Greysia jangan ketemu banyak orang karena hal itu bisa mempengaruhi fokusnya. Saya juga minta Greysia untuk jaga hati.
Dan ketika akhirnya Greysia/Apriyani menang, seluruh orang yang nonton di PB Jaya Raya sorak sorai meriah. Banyak yang nangis juga.

Di balik sukses Greysia, saya juga bersyukur Eng Hian yang jadi pelatih ganda putri. Saya lihat Greysia dan Eng Hian itu cocok seperti Taufik Hidayat dan Mulyo Handoyo.
Eng Hian bisa mengerti kemauan pemain, tetapi tetap bisa berwibawa. Eng Hian bisa disiplin, jadi atlet tetap tidak bisa sembarangan berperilaku.
Di sisi lain keteguhan hati Greysia untuk terus bertahan dan berusaha adalah hal yang luar biasa. 19 tahun di pelatnas menghadapi goncangan baik saat kena sanksi dari BWF di Olimpiade 2012, lalu berganti-ganti pasangan.
Greysia punya pasangan yang sudah cocok yaitu Nitya, lalu cedera. Kemudian dia dipasangkan dengan Apriyani yang usianya jauh lebih muda dan mereka bisa juara.
Perjalanan Greysia seharusnya bisa jadi inspirasi yang luar biasa karena Greysia tidak pernah menyerah dalam berjuang. Untuk bisa mencapai tujuan memang harus begitu.

Berbicara soal meraih impian, ada harga yang harus dibayar. Artinya harus bisa mengalahkan banyak lawan. Bukan hanya lawan yang ada di hadapan, melainkan juga yang ada di dalam diri sendiri. Harus tahu bagaimana memacu diri sendiri, bagaimana menyemangati diri sendiri agar tidak mudah menyerah.
Bisa saja sebenarnya kejadian-kejadian yang dialami Greysia membuatnya menyerah. Tetapi semua tahapan itu bisa dilalui dan diatasi.
Kalau mau jadi juara ada harga dan pengorbanan yang harus dibayar. Jadi jangan cengeng.