Surat-surat untuk Kevin & Marcus
Kurniahu
Untuk Kevin & Marcus

Marcus Fernaldi Gideon, anak kedua saya, lahir di 1991. Ia beda dua tahun dari sang kakak.

Saat Gideon lahir, saya enggak ada pikiran: "Wah nanti anak-anak saya jadi pemain". Enggaklah. Walaupun saya mantan pemain badminton. Dalam pikiran saya, yang penting sudah gede, bisa sukses. Gak harus di badminton.

Kebetulan saya punya toko olahraga di Sport Center di Tangkas. Jadi dulu anak saya yang pertama dan Gideon sering datang. Pulang sekolah, datang. Karena di situ ada lapangan badminton, jadi kami main-main. Tepok-tepok. Nah anak-anak saya senang.

Atlet bulu tangkis putra Indonesia Marcus Fernaldi Gideon dan ayahnya Kurniahu di GOR Gideon Badminton Academy, Bogor, 2024. CNN Indonesia / Dhio Faiz

Saat kecil, Gideon agak gemuk. Terus karena dia mau olahraga badminton, ya kami ikuti saja, kami latih. Saya latih, pukul-pukul. Tetapi belum serius untuk jadi pemain badminton.

Di usia 13 tahun, Marcus sekolah ke Singapura, ada teman saya yang mengajak Marcus untuk main badminton tetapi untuk kepentingan sekolah.

Jadi waktu itu Marcus belum bagus, tetapi untuk level pertandingan sekolah ya lumayan masih bisa ngelawan. Jadi Marcus sekolah di sana dengan tujuan memperkuat sekolah itu kalau ada pertandingan badminton. Ya sudah tidak apa-apa menurut saya, supaya dia pintar bahasa Inggris dan pintar dalam pergaulan.

Di Singapura, latihan badminton cuma dua kali. Jadi hingga usia 13 tahun memang belum ada niatan untuk jadi pemain profesional. Tetapi ternyata empat bulan di sana, Marcus sakit lalu minta pulang. Mungkin karena kangen rumah juga, jadi minta pulang.

Akhirnya balik ke sekolah lama. Mulai badminton lagi di Tangkas. Akhirnya saya latih lagi.

Mulai dari usia 13 bisa dibilang terlambat, tetapi dia kan orangnya semangatnya tinggi, jadi saat itu latihannya gila-gilaan.

Saya bilang, "Ya sudah badminton saja, sambil sekolah yang biasa, jangan yang kelas tinggi-tinggi". Maksudnya kelas tinggi-tinggi itu jangan sekolah yang bagus. Sekolah ya sekolah biasa, terus siang-sore bisa latihan sepulang sekolah.

Dari latihan itulah, saya genjot terus dan saya paksakan. Ya sampai dia setengah nangis sedikit lah hahaha.

Marcus masih pemain single saat itu tetapi saya juga kasih latihan model pemain ganda. Saat seleksi nasional, dia ikut di single dan double karena punya poin di dua nomor itu. Waktu Seleknas, dia lolos di nomor double.

Koh Christian Hadinata waktu itu lihat, "Wah Kur, anak kamu bagusnya di double kayaknya". Akhirnya saya tanya anaknya dan dia mau juga main double.

Waktu masuk pelatnas, dia pasangan sama Wahyu Nayaka. Lalu kemudian sempat pasangan sama Christopher Rusdianto dan kemudian Agrippina Prima.

Kiri: Atlet bulu tangkis Indonesia Wahyu Nayaka Arya Pangkaryanira di kejuaraan Daihatsu Indonesia Masters 2020, Jakarta, 15/01/2020. | Kanan: Atlet bulu tangkis Indonesia Agrippina Prima Rahmanto Putra di Jakarta, 02/04/2024. Kiri: CNN Indonesia / Andry Novelino | Kanan: ANTARA FOTO / Fajar Satriyo

Suatu malam, dia datang dan bilang: "Pa, saya mengundurkan diri. Karena saya gak diperhatikan". Begitu katanya.

Jadi dia kecewa. Karena pemain yang peringkatnya lebih di bawah dari dirinya diberangkatkan ke All England. Dia lalu bikin surat pengunduran diri.

Saat itu saya rasa spontan. Mungkin emosi sesaat. Namanya waktu itu kan masih muda banget. Saya juga sempat marah juga ke dia. "Kenapa bikin keputusan kayak begini?"

Marcus bilang waktu itu: "Ah udah ah capek, enggak diperhatiin gini".

Walau ada kejadian itu, saya gak mau intervensi PBSI. Saya gak mau datang ke PBSI karena itu bukan ranah saya. Jadi saya sebagai orang tua, saya mesti bilangin anak saya saja. Kalau saya ke PBSI, kan saya berarti ikut campur. Itu bukan ranah saya dan saya juga bukan pengurus.

Pelatih ganda putra, Herry IP tengah memantau latihan ganda putra, 2019. CNN Indonesia / Putra Permata Tegar Idaman

Saya juga gak nanya ke Herry IP soal itu. Enggak mau nanya. Saya dan Herry itu hubungannya baik karena kami sejak dulu sama-sama di Tangkas. Tetapi saya tak mau tanya soal itu.

Setelah keluar dari Pelatnas Cipayung, Marcus lalu berpasangan dengan Kido. Waktu itu tentu sulit bagi kami membiayai Marcus pergi ke luar negeri karena gak ada dananya.

Akhirnya, biaya perjalanan ke luar negeri dibiayai oleh Jaya Raya lalu mereka pakai baju dengan sponsor Jaya Raya. Sedangkan hotel, saya yang bayar.

Pasangan ganda putra Indonesia Markis Kido dan Marcus Fernaldi Gideon. Arsip PBSI

Waktu Kido ingin berpasangan dengan Gideon, Ci Imelda telepon saya minta ketemuan. Dari pertemuan itu mencapai kata sepakat soal pembiayaan.

Kalau hanya biaya hotel, saya siaplah. Saya bilang gitu hahaha.

Jadi waktu itu masih pakai dana keluarga sampai akhirnya Gideon bisa juara-juara lagi. Baru habis itu bisa mulai bayar sendiri.

Setelah Kido memutuskan tidak bermain lagi karena pinggangnya sakit, Gideon bertemu Chafidz Yusuf. Gideon chat Chafidz Yusuf dan akhirnya dia ditarik lagi masuk Pelatnas.

Chafidz bilang kebetulan Kevin lagi gak punya partner karena Selvanus Geh lagi sakit. Chafidz bilang kalau Gideon nanti partner sama Kevin saja.

Saat Gideon kembali ke Pelatnas Cipayung, saya kasih pesan ke dia. Karena sebetulnya saya kesal dengan kejadian di 2013. "Kenapa kamu masih muda kok gampang menyerah?" Begitu kira-kira.

Karena itu ketika kembali ke Pelatnas, saya bilang bahwa dia mesti sungguh-sungguh. Jangan sampai ada masalah lagi.

Lalu saya juga bilang: "Kamu ini, biarpun kamu benar, kamu minta maaf lah. Mesti rendah hati. Jadi jangan sok-sokan. Kamu kan belum top."

Saya bilang begitu hahaha. Ya, biar pun top, enggak boleh sok-sokan juga. Akhirnya dia minta maaf sama Herry. Habis itu dia berlatih bersama Kevin dan Chafidz.

Pasangan ganda putra Indonesia Marcus Fernaldi Gideon dan Kevin Sanjaya Sukamuljo dalam turnamen bulutangkis Axiata Cup di Britama Sport Mall, Jakarta, 30/11/2014. ANTARA FOTO / Wahyu Putro A

Duet Kevin/Gideon itu bagus. Kevin istimewa, bagus. Pola main Kevin istimewa kan, jadi Gideon dampingi dia. Makanya jadi bagus dua-duanya.

Menurut saya, kunci Kevin/Gideon bisa dominan sejak 2017 itu karena mereka mau gila-gilaan nambah latihan terus. Bangun jam 04.30 pagi lalu latihan dulu, habis itu ikut program latihan yang disusun pelatih.

Jadi begitu mereka main kelihatan cepat semua. Permainannya cepat. Ibaratnya tidak ada lob.

Soal Kevin/Marcus susah menang Kejuaraan Dunia saat mereka dominan, mungkin belum rezekinya atau mungkin belum beruntung.

Sayang juga memang. Tetapi mungkin keberuntungannya di BWF Tour, sedangkan di Kejuaraan Dunia belum beruntung.

Pasangan ganda putra Indonesia Marcus Fernaldi Gideon dan Kevin Sanjaya Sukamuljo di Perempat Final Olimpiade Tokyo 2020. AFP / Alexander Nemenov

Saat mereka kalah di Olimpiade, saya juga ikut sedih. Mungkin karena pandemi jadi bikin Olimpiade diundur. Jadi persiapan mereka mungkin sudah mantap untuk Olimpiade di 2020 ternyata diundur ke 2021. Sayang juga memang karena biasanya menang terus lawan Aaron Chia/Soh Wooi Yik tetapi waktu Olimpiade kalah.

Setelah Olimpiade, Gideon merasa sakit saat melompat di turnamen Indonesia Open di Bali. Terus diperiksa sama Profesor Nicolaas, ternyata ada tulang tumbuh.

Dibilang di kaki kanan juga ada tulang tumbuh, tetapi kalau dua-duanya langsung dioperasi, Gideon gak bisa jalan dan penyembuhannya lama. Jadi akhirnya operasi kakinya satu per satu dulu. Tahun 2022 sekali, kemudian 2023 sekali.

Saat Marcus memutuskan pensiun, dia gak ada cerita, cuma ngomong saja bahwa dia mau berhenti badminton. Saya sempat bilang ke dia untuk pikir dulu. Tetapi ya sudah akhirnya keputusannya berhenti.

Mungkin, dia mungkin sudah jenuh, mau istirahat. Bisa saja kan begitu.

Saya kaget juga, saya tanya, "Kenapa, kamu kan masih bisa?"

Terus dia bilang,"Sudah capek Pa".

Begitu dia bilang. Ya sudah bisa apa saya, gak bisa apa-apa dong?

Soal karier Gideon, saya kira saya puas ya karena dia bisa lebih dari saya hahaha. Dia ranking satu dunia selama lima tahun dan belum ada yang seperti itu.

Pebulu tangkis Indonesia Marcus Gideon melakukan serangan pada babak perempat final Daihatsu Indonesia Master 2022 di Istora Senayan, Jakarta Pusat, 10/6/2022. CNNIndonesia / Adi Ibrahim